HIDUP
dengan BERSYUKUR
"Jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat pemberian Ku) kepadamu." (Q.s. Ibrahim: 7)
Bersyukur kepada Allah adalah salah satu konsep
yang secara prinsip ditegaskan di dalam Al-Qur'an pada hampir 70 ayat.
Perumpamaan dari orang yang bersyukur dan kufur diberikan dan keadaan mereka di
akhirat digambarkan. Alasan kenapa begitu pentingnya bersyukur kepada Allah
adalah fungsinya sebagai indikator keimanan dan pengakuan atas keesaan Allah.
Dalam salah satu ayat, bersyukur digambarkan sebagai penganutan tunggal kepada
Allah:"Jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat pemberian Ku) kepadamu." (Q.s. Ibrahim: 7)
MINTAK AMPUN |
Syukur merupakan akhlak ketuhanan dan termasuk sebahagian
dari maqom tertinggi seorang salik, pakaian orang-orang yang berma'rifat dan hiasan
orang-orang yang didekatkan dan disampaikan ke pangkuan Allah SWT. Allah SWT
berfirman: "Jika kamu meminjamkan kepada Allah
pinjaman yang baik, niscaya Allah melipat gandakan balasannya kepadamu dan
mengampuni kamu. Dan Allah Maha Pembalas jasa lagi Maha Penyantun" [Q.S.
At Taghobun: 17].
Makna Syukur
Kata "syukur" adalah kata yang berasal dari bahasa Arab. Kata
ini dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai: (1)
rasa terima kasih kepada Allah, dan (2) untunglah (menyatakan
lega, senang, dan sebagainya).
Ar-Raghib Al-Isfahani salah seorang yang dikenal sebagai pakar
bahasa Al-Quran menulis dalam Al-Mufradat fi Gharib Al-Quran,
bahwa kata "syukur" mengandung arti "gambaran dalam benak
tentang nikmat dan menampakkannya ke permukaan." Kata ini
--tulis Ar-Raghib-- menurut sementara ulama berasal dari kata
"syakara" yang berarti "membuka", sehingga ia merupakan lawan
dari kata "kafara" (kufur) yang berarti menutup --(salah satu
artinya adalah) melupakan nikmat dan menutup-nutupinya.
Pengertian Syukur
syukur secara terminology berasal
dari kata bahasa Arab, yang berarti berterima kasih kepada atau berati pujian
atau ucapan terima kasih atau peryataan terima kasih. Sedangkan dalam kamus
besar bahasa Indonesia syukur memiliki dua arti yang pertama, syukur berarti
rasa berterima kasih kepada Allah dan yang kedua, syukur berarti untunglah atau
merasa lega atau senang . Sedangkan salah satu kutipan lain menjelaskan bahwa
syukur adalah gambaran dalam benak tetang nikmat dan menampakkannya ke
permukaan.
Dzunnun al-Mishri memberi tiga gambaran tentang
manifestasi syukur dalam kehidupan sehari-hari.Pertama, kepada yang lebih tinggi urutan dan kedudukannya, maka ia senantiasa menaatinya (bit-tha’ah). “Hai orang-orang beriman, taatlah kalian kepada Allah dan taatlah kepada Rasul dan kepada ulil amri di antara kalian …” (QS an-Nisa [4]: 59).
Kedua, kepada yang setara, kita mengejawantahnya dengan bil-hadiyyah. Saling tukar pemberian. Kita harus sering-sering memberi hadiah kepada istri atau suami, saudara, teman seperjuangan, sejawat dan relasi. Dengan cara itu, maka akan ada saling cinta dan kasih.
Ketiga, kepada yang lebih bawah dan rendah dari kita, rasa syukur dimanifestasikan dengan bil-ihsan. Selalu memberi dan berbuat yang terbaik. Kepada anak, adik-adik, anak didik, para pegawai, buruh, pembantu di rumah dan semua yang stratanya di bawah kita, haruslah kita beri sesuatu yang lebih baik. Jalinlah komunikasi dan berinteraksilah dengan baik, dan kalau hendak men-tasharuf-kan rezeki, berikan dengan sesuatu yang baik (QS as-Syu’ara [26]: 215 dan al-Baqarah [2]:195).
Ibnul Qayyim Rahimahullah dalam kitabnya yang berjudul Madarijus Salikin (II/244) mengatakan,”Syukur itu berlandaskan pada lima kaidah. Syukur belum disebut sempurna tanpa lima hal berikut ini:
• Orang yang bersyukur harus tunduk kepada yang disyukuri
• Orang yang bersyukur harus mencintai yang disyukuri
• Orang yang bersyukur harus mengakui pemberian nikmat yang disyukuri
• Orang yang bersyukur harus memuji yang disyukuri atas nikmat tersebut
• Orang yang bersyukur harus menggunakan nikmat tersebut sebagaimana mestinya
Manfaat Syukur
Al-Quran secara tegas menyatakan bahwa manfaat syukur kembali
kepada orang yang bersyukur, sedang Allah Swt. sama sekali
tidak memperoleh bahkan tidak membutuhkan sedikit pun dari
syukur makhluk-Nya.
Dan barangsiapa yang bersyukur, maka sesungguhnya dia
bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri, dan
barangsiapa yang kufur (tidak bersyukur), maka
sesungguhnya Tuhanku Mahakaya (tidak membutuhkan
sesuatu) lagi Mahamulia (QS An-Naml [27]: 40)
Karena itu pula, manusia yang meneladani Tuhan dalam
sifat-sifat-Nya, dan mencapai peringkat terpuji, adalah yang
memberi tanpa menanti syukur (balasan dari yang diberi) atau
ucapan terima kasih.
Al-Quran melukiskan bagaimana satu keluarga (menurut riwayat
adalah Ali bin Abi Thalib dan istrinya Fathimah putri
Rasulullah Saw.) memberikan makanan yang mereka rencanakan
menjadi makanan berbuka puasa mereka, kepada tiga orang yang
membutuhkan dan ketika itu mereka menyatakan bahwa,
Sesungguhnya kami memberi makanan untukmu hanyalah
mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki
balasan darimu, dan tidak pula pujian (ucapan terima
kasih) (QS Al-Insan [76]: 9).
Walaupun manfaat syukur tidak sedikit pun tertuju kepada
Allah, namun karena kemurahan-Nya, Dia menyatakan diri-Nya
sebagai Syakirun 'Alim (QS Al-Baqarah [2]: 158), dan Syakiran
Alima (QS An-Nisa' [4]: 147), yang keduanya berarti, Maha
Bersyukur lagi Maha Mengetahui, dalam arti Allah akan
menganugerahkan tambahan nikmat berlipat ganda kepada makhluk
yang bersyukur. Syukur Allah ini antara lain dijelaskan oleh
firman-Nya dalam surat Ibrahim (14): 7 yang dikutip di atas.
Diriwayatkan dari Sayyidina Anas RA, ia berkata, Rasulullah
SAW bersabda: "Tidak ada suatu nikmat, meskipun masanya sudah lewat,
dimana seorang hamba memperbaharui syukur atas nikmat tersebut, kecuali Allah
SWT akan memperbaharui pahala untuknya. Dan tidak ada suatu musibah, meskipun
masanya sudah lewat, di mana seorang hamba memperbaharui istirja' (membaca innaa lillaaHhi wa innaa ilaiHhi raaji'un),
kecuali Allah SWT akan memperbaharui pahala untuknya. Mensyukuri atas nikmat
akan meringankan beban yang berat, dan bersabar atas kesusahan dan kesulitan
akan memelihara, menjaga dan mengumpulkan buah yang akan dipetik."
Manfaat dari shukur
adalah menjadikan anugerah kenikmatan yang didapat menjadi langgeng, dan
semakin bertambah. Ibn ‘Ata’illah memaparkan bahwa jika seorang salik tidak
menshukuri nikmat yang didapat, maka bersiap-siaplah untuk menerima sirnanya
kenikmatan tersebut. Dan jika dia menshukurinya, maka rasa shukurnya akan
menjadi pengikat kenikmatan tersebut. Allah berfirman: لَئِنْ شَكَرْتُمْ لأَزِيْدَنَّكُمْ (Jika kalian
bershukur [atas nikmat-Ku) niscaya akan kutambah [kenikmatan itu]).1
Jika seorang salik
tidak mengetahui sebuah nikmat yang diberikan Allah kepada-Nya, maka dia akan
mengetahuinya ketika nikmat tersebut telah hilang. Hal inilah yang telah
diperingatkan oleh Ibn ‘Ata’illah.
Lebih lanjut Ibn
‘Ata’illah menambahkan hendaknya seorang salik selalu bershukur kepada Allah
sehingga ketika Allah memberinya suatu kenikmatan, maka dia tidak terlena
dengan kenikmatan tersebut dan menjadikan-Nya lupa kepada Sang Pemberi Nikmat.
Meskipun pada dasarnya
semua kenikmatan pada hakikatnya adalah dari Allah, shukur kepada makhluk juga
menjadi kewajiban seorang salik. Dia harus bershukur terhadap apa yang telah
diberikan orang lain kepadanya, karena hal ini adalah suatu tuntutan shari‘at,
seraya mengakui dan meyakini dalam hati bahwa segala bentuk kenikmatan tersebut
adalah dari Allah.
Pengejawantahan shukur tetap
harus dilandasi dengan menanggalkan segala bentuk angan-angan dan keinginan.
Akal adalah kenikmatan paling agung yang diberikan Allah kepada manusia. Karena
akal inilah manusia menjadi berbeda dari sekalian makhluk. Namun, dengan
kelebihan akal ini pula manusia memiliki potensi untuk bermaksiat kepada Allah.
Dengan akal ini manusia dapat berpikir, berangan-angan, dan berkehendak.
Sehingga manusia memiliki potensi untuk mengangan-angankan dan menginginkan
suatu bentuk kenikmatan yang akan diberikan oleh Allah. Hal inilah yang harus
ditiadakan dalam pengejawantahan shukur.
Dari pemaparan di atas, tidak ada kemusykilan lagi, bahwa
Allah SWT memuji hamba-hamba-Nya yang ta'at dan soleh dengan menyebutkan ketaatan
mereka, dan ini juga termasuk kebaikan yang dilakukan oleh Allah. Seorang hamba
juga dapat disebut syakur, karena memuja dan
memuji Allah dengan menyebutkan nikmat-nikmat-Nya, dan hal ini juga termasuk
bentuk perbuatan baik yang agung. Maksudnya, bahwa kebaikan seorang hamba
kepada Tuhannya adalah berbakti kepada Allah SWT, sedangkan kebaikan Allah Yang
Maha Haq kepada hamba-Nya adalah memberi kenikmatan berupa pertolongan untuk
berbuat syukur kepada-Nya. Syukur seorang hamba; intipati yang utama adalah
mengucapkan dengan lisan dan mengakui dengan hati atas nikmat-nikmat yang
dianugerahkan oleh Allah, disertai dengan sikap tenang dan teduhnya anggota
badan.
Macamnya Syukur
1. Syukur
dengan lisan, iaitu pengakuan seorang hamba atas nikmat yang disertai rasa
tenang, teduh, merasa bodoh, hina dan nista.
2. Syukur dengan badan dan anggota badan, iaitu pengabdian
seorang hamba dengan memenuhi, mengabdi dan berkhidmah kepada Allah SWT.
3. Syukur dengan hati, yaitu bersimpuhnya seorang hamba atas
dasar kemuliaan, keindahan, kebesaran, keagungan dan kesempurnaan Allah SWT,
dengan selalu mejaga kemuliaanNya.
Syukur dengan lisan hanya sekedar syukur secara bahasa
saja. Syukur dengan anggota badan merupakan syukur secara bahasa dan istilah,
dengan memandang cakupannya pada anggota lahir dan anggota bathin. Sedangkan
syukur dengan hati adalah dengan bersimpuhnya seorang hamba atas dasar rasa
menyaksikan kemuliaan, keindahan, kebesaran, keagungan dan kesempurnaan
Allah SWT. Yakni, hatinya selalu menghadirkan dan melihat bahwa setiap anugerah
dan kemuliaan itu datangnya dari Allah semata. Syaratnya adalah adanya kekuatan
roja' (harapan) akan diterima di sisi Allah, yang
disertai dengan selalu menjaga (aturan Allah) dan menyaksikan kemuliaan,
keindahan, kebesaran, keagungan dan kesempurnaan Allah SWT, serta melaksanakan
hakikat mengikuti Baginda Habibillah Rasulullah Muhammad SAW dengan penuh
tanggung jawab dan tanpa adanya keinginan untuk diberi atau tidak. Sayyiduna
Asy Syaikh Khoirun Nassaj RA berkata: "Harta warisan amal-amalmu adalah
sesuatu yang layak pada semua perbuatanmu. Oleh kerana itu, carilah harta
warisan anugerah dan kemuliaan-Nya, kerana hal itu jauh lebih utama
bagimu."
Bersyukur Ala Shufi
Abu Bakr al Warraq berkata, "Syukur atas nikmat adalah
memberikan musyahadah terhadap, anugerah tersebut dan menjaga
penghormatan."
Hamdun al Qashshar menegaskan, "Bersyukur atas anugerah
adalah bahwa engkau memandang dirimu sebagai parasit dalam syukur."
Al-junayd berkomentar, "Ada cacat dalam bersyukur,
karena manusia yang bersyukur melihat peningkatan bagi dirinya sendiri; jadi ia
sadar di sisi Allah swt. lebih dari bagian dirinya sendiri."
Abu Utsman berkata, "Syukur berarti mengenal kelemahan
dari syukurnya itu sendiri."
Dikatakan, "Bersyukur atas kemampuan untuk bersyukur
adalah lebih lengkap daripada bersyukur saja. Dengan cara memandang bahwa rasa
bersyukur Anda datang karena Dia telah memberikan taufik Nya. Dan taufiq Nya
itu termasuk nikmat yang diperuntukkan bagi diri Anda. Jadi Anda bersyukur atas
kesyukuran Anda, dan kemudian Anda bersyukur terhadap kesyukuran atas
kesyukuran Anda, sampai tak terhingga."
Dikatakan, "Bersyukur adalah menisbatkan anugerah
kepada pemiliknya yang sejati dengan sikap kepasrahan."
Al-junayd mengatakan, "Bersyukur adalah bahwa engkau
tidak memandang dirimu layak menerima nikmat."
Ruwaym menegaskan, "Bersyukur adalah engkau
menghabiskan seluruh kemampuanmu."
Al-junayd menjelaskan, "Suatu waktu, ketika aku masih
berumur tujuh tahun, aku sedang bermain main di hadapan as-Sary, dan sekelompok
orang yang sedang berkumpul di hadapannya, berbincang tentang syukur. Ia
bertanya kepadaku, ‘Wahai anakku, apakah bersyukur itu?’ Aku menjawab, ‘Syukur
adalah jika orang tidak menggunakan nikmat Allah untuk bermaksiat kepada Nya.’
Ia mengatakan, ‘Derajatmu di sisi Allah akan segera engkau peroleh melalui
lidahmu, nak’!" Al-junayd mengatakan, ‘Aku senantiasa menangis mengingat
kata kata as Sary itu."
Asy-Syibly menjelaskan, "Syukur adalah kesadaran akan
Sang Pemberi nikmat, bukan memandang nikmat itu sendiri."
Dikatakan, "Syukur adalah kendali yang ada serta jerat
bagi apa yang tiada."
Abu Utsman berkata, "Kaum awam bersyukur karena diberi
makanan dan pakaian, sedangkan kaum khawash bersyukur atas makna makna yang
datang di hati mereka."
Dikatakan bahwa Daud as. bertanya, "Ilahi, bagaimana
aku dapat bersyukur kepacla Mu, sedangkan bersyukurku itu sendiri adalah nikmat
dari Mu?" Allah mewahyukan kepadanya, "Sekarang, engkau benar benar
telah bersyukur kepada Ku."
Banyak cara untuk bersyukur kepada Allah. Sala
satunya dengan bersujud syukur. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam
bersabda, ”Ketika seseorang mendapatkan sesuatu yang menyenangkan atau
mendengar kabar gembira, maka ia menyungkur sujud sebagai ngkapan rasa syukur
kepada Allah Ta’ala.”Balasan Bagi yang Bersyukur
Marilah kita melihat, mempelajari dan memikirkan
perilaku Baginda Habibillah Rasulullah Muhammad SAW. Beliau SAW melakukan solat
sehingga kedua kaki mulia beliau bengkak agar menjadi hamba Allah yang banyak
bersyukur. Beliau SAW ditanya: "Wahai Rasulullah, bukankah Allah telah
mengampuni segala dosamu yang telah lewat dan yang akan datang ?" Beliau
SAW menjawab: "Aku ingin menjadi hamba yang banyak bersyukur” [H.R.
Bukhori-Muslim].
Bersyukur kepada Allah merupakan salah satu ujian
dari Allah. Manusia dikaruniani banyak kenikmatan dan diberitahu cara
memanfaatkannya. Sebagai balasannya, manusia diharapkan untuk taat kepada
penciptanya. Namun manusia diberi kebebasan untuk memilih apakah hendak
bersyukur atau tidak:
Sesungguhnya kami telah
menciptakan manusia dari setetes air mani yang bercampur. Kami hendak
mengujinya dengan beban perintah dan larangan. Karena itu kami jadikan ia
mendengar dan melihat. Sesungguhnya kami telah menunjukinya jalan yang lurus: Ada yang bersyukur, namun
ada pula yang kafir. (Al-Insan: 2-3)
ALLAH menjanjikan balasan yang sangat besar bagi orang- orang yang bersyukur, yaitu menambahkan nikmat- nikmatNYA. Adapun yang dimaksud tambahan nikmat adalah adakalanya tambahan nikmat dunia, adakalanya tambahan nikmat sehat seluruh keluarganya, adakalanya tambahan nikmat itu berupa pengampunan dosa dan tambahan pahala, bahkan adakalanya tambahan nikmat itu semua yang diatas. Subhanallah, ALLAH memang benar- benar maha rohman dan maha rohim, sehingga tidak ada celah bagi hamba- hambaNYA untuk berburuk sangka kepadaNYA terlebih untuk mendustakanNYA.
Dan ingat pulalah ketika Tuhanmu
memberikan pernyataan: "Jika kamu bersyukur pasti Kutambah nikmatKu
kepadamu; sebaliknya jika kamu mengingkari nikmat itu, tentu siksaanku lebih
dahsyat. (Ibrahim: 7) Karunia itulah yang disampaikan Allah sebagai berita
gembira kepada hamba-hambaNya yang beriman dan mengerjakan kebaikan.
Katakanlah: "Aku tidak meminta upah kepadamu atas seruanku ini, kecuali
hanya kasih sayang dalam kekeluargaan. Siapa yang mengerjakan kebaikan, Kami
lipat gandakan kebaikannya itu. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun dan Penilai.
(Ash-Syura: 23) Kaum Luthpun telah mendustakan peringatan Tuhan. Kami hembuskan
kepada mereka angin puyuh, kecuali kaum keluarga Luth, mereka telah kami
selamatkan sebelum fajar menyingsing. Suatu anugrah dari kami. Demikianlah kami
memberi ganjaran kepada siapa yang bersyukur. (Al-Qamar: 33-35)
Jakarta 31/112013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar