273.Renungan Sore !!!
SEPUTAR POLITIK DALAM ISLAM
1.Beriman kepada Allah swt.
ﻗُﻞْ ﺇِﻧِّﻲ ﻧُﻬِﻴﺖُ ﺃَﻥْ ﺃَﻋْﺒُﺪَ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺗَﺪْﻋُﻮﻥَ ﻣِﻦ ﺩُﻭﻥِ ﺍﻟﻠّﻪِ ﻗُﻞ
ﻻَّ ﺃَﺗَّﺒِﻊُ ﺃَﻫْﻮَﺍﺀﻛُﻢْ ﻗَﺪْ ﺿَﻠَﻠْﺖُ ﺇِﺫﺍً ﻭَﻣَﺎ ﺃَﻧَﺎْ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻤُﻬْﺘَﺪِﻳﻦَ
- ٥٦- ﻗُﻞْ ﺇِﻧِّﻲ ﻋَﻠَﻰ ﺑَﻴِّﻨَﺔٍ ﻣِّﻦ ﺭَّﺑِّﻲ ﻭَﻛَﺬَّﺑْﺘُﻢ ﺑِﻪِ ﻣَﺎ ﻋِﻨﺪِﻱ
ﻣَﺎ ﺗَﺴْﺘَﻌْﺠِﻠُﻮﻥَ ﺑِﻪِ ﺇِﻥِ ﺍﻟْﺤُﻜْﻢُ ﺇِﻻَّ ﻟِﻠّﻪِ ﻳَﻘُﺺُّ ﺍﻟْﺤَﻖَّ ﻭَﻫُﻮَ
ﺧَﻴْﺮُ ﺍﻟْﻔَﺎﺻِﻠِﻴﻦَ - ٥٧-
ﻻَّ ﺃَﺗَّﺒِﻊُ ﺃَﻫْﻮَﺍﺀﻛُﻢْ ﻗَﺪْ ﺿَﻠَﻠْﺖُ ﺇِﺫﺍً ﻭَﻣَﺎ ﺃَﻧَﺎْ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻤُﻬْﺘَﺪِﻳﻦَ
- ٥٦- ﻗُﻞْ ﺇِﻧِّﻲ ﻋَﻠَﻰ ﺑَﻴِّﻨَﺔٍ ﻣِّﻦ ﺭَّﺑِّﻲ ﻭَﻛَﺬَّﺑْﺘُﻢ ﺑِﻪِ ﻣَﺎ ﻋِﻨﺪِﻱ
ﻣَﺎ ﺗَﺴْﺘَﻌْﺠِﻠُﻮﻥَ ﺑِﻪِ ﺇِﻥِ ﺍﻟْﺤُﻜْﻢُ ﺇِﻻَّ ﻟِﻠّﻪِ ﻳَﻘُﺺُّ ﺍﻟْﺤَﻖَّ ﻭَﻫُﻮَ
ﺧَﻴْﺮُ ﺍﻟْﻔَﺎﺻِﻠِﻴﻦَ - ٥٧-
Katakanlah “Sesungguhnya aku
dilarang menyembah apa-apa yang kamu
sembah selain Allah”. Katakanlah, “Aku tidak
akan mengikuti hawa nafsumu. Sungguh
tersesatlah aku jika berbuat demikian dan
tidaklah (pula) aku termasuk orang-orang
yang mendapat petunjuk”. Katakanlah,
“Sesungguhnya aku berada diatas bukti yang
nyata (Al-Qur’an). Bukanlah wewenangku
untuk menurunkan azab yang kamu tuntut
disegerakan kedatangannya. Menetapkan
hukum hanyalah hak Allah. Dia menerangkan
yang sebenarnya dan Dia Pemberi Keputusan
yang baik” (QS Al-An’am [6]: 56-57).
dilarang menyembah apa-apa yang kamu
sembah selain Allah”. Katakanlah, “Aku tidak
akan mengikuti hawa nafsumu. Sungguh
tersesatlah aku jika berbuat demikian dan
tidaklah (pula) aku termasuk orang-orang
yang mendapat petunjuk”. Katakanlah,
“Sesungguhnya aku berada diatas bukti yang
nyata (Al-Qur’an). Bukanlah wewenangku
untuk menurunkan azab yang kamu tuntut
disegerakan kedatangannya. Menetapkan
hukum hanyalah hak Allah. Dia menerangkan
yang sebenarnya dan Dia Pemberi Keputusan
yang baik” (QS Al-An’am [6]: 56-57).
2.Berbuat adil.
ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠّﻪَ ﻳَﺄْﻣُﺮُﻛُﻢْ ﺃَﻥ ﺗُﺆﺩُّﻭﺍْ ﺍﻷَﻣَﺎﻧَﺎﺕِ ﺇِﻟَﻰ ﺃَﻫْﻠِﻬَﺎ
ﻭَﺇِﺫَﺍ ﺣَﻜَﻤْﺘُﻢ ﺑَﻴْﻦَ ﺍﻟﻨَّﺎﺱِ ﺃَﻥ ﺗَﺤْﻜُﻤُﻮﺍْ ﺑِﺎﻟْﻌَﺪْﻝِ ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠّﻪَ ﻧِﻌِﻤَّﺎ
ﻳَﻌِﻈُﻜُﻢ ﺑِﻪِ ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠّﻪَ ﻛَﺎﻥَ ﺳَﻤِﻴﻌﺎً ﺑَﺼِﻴﺮﺍً -٥٨ -
ﻭَﺇِﺫَﺍ ﺣَﻜَﻤْﺘُﻢ ﺑَﻴْﻦَ ﺍﻟﻨَّﺎﺱِ ﺃَﻥ ﺗَﺤْﻜُﻤُﻮﺍْ ﺑِﺎﻟْﻌَﺪْﻝِ ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠّﻪَ ﻧِﻌِﻤَّﺎ
ﻳَﻌِﻈُﻜُﻢ ﺑِﻪِ ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠّﻪَ ﻛَﺎﻥَ ﺳَﻤِﻴﻌﺎً ﺑَﺼِﻴﺮﺍً -٥٨ -
Dan apabila kamu berhukum
(menjatuhkan putusan) diantara manusia,
maka hendaklah kamu memutuskan dengan
adil (QS An-Nisa’[4]:58).
(menjatuhkan putusan) diantara manusia,
maka hendaklah kamu memutuskan dengan
adil (QS An-Nisa’[4]:58).
3.Menerima islam secara totalitas.
PENGERTIAN POLITIK
Politik merupakan cara dan upaya menangani masalah-masalah rakyat dengan seperangkat undang-undang untuk
mewujudkan kemaslahatan dan mencegah
hal-hal yang merugikan bagi kepentingan
manusia. (Fauzan, Islam dan Kemodernan Politik
berbasis Pemuda , Tangerang: Binamuda, 2008), hal: 5)
mewujudkan kemaslahatan dan mencegah
hal-hal yang merugikan bagi kepentingan
manusia. (Fauzan, Islam dan Kemodernan Politik
berbasis Pemuda , Tangerang: Binamuda, 2008), hal: 5)
Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan kata politik
sebagai “segala urusan dan tindakan (kebajian, siasat, dan sebagainya)
mengenai pemerintahan Negara
atau terhadap Negara lain.” Juga dalam arti
“kebajikan, cara bertindak (dalam menghadapi atau menangani satu
masalah).” (M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Quran,
Mizan: Bandung, 1996), hal: 416)
atau terhadap Negara lain.” Juga dalam arti
“kebajikan, cara bertindak (dalam menghadapi atau menangani satu
masalah).” (M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Quran,
Mizan: Bandung, 1996), hal: 416)
FUNGSI POLITIK
Tidak ada satu pun di dunia ini yang
tak terlepas dari kepentingan politik. Politik,
sebagaimana yang diutarakan oleh Aristoteles
merupakan cara untuk bertujuan untuk
menghantarkan manusia untuk mencapai
taraf hidup yang lebih baik.
tak terlepas dari kepentingan politik. Politik,
sebagaimana yang diutarakan oleh Aristoteles
merupakan cara untuk bertujuan untuk
menghantarkan manusia untuk mencapai
taraf hidup yang lebih baik.
HIKMAH POLITIK
Politik, sebagaimana dijelaskan
sebelumnya memiliki aspek yang membawa
kehidupan manusia menjadi lebih baik.
Secara terperinci, Sayyid Qutub menyebutkan
keadilan social yang bisa dipetik dari hikmah
berpolitik adalah:
sebelumnya memiliki aspek yang membawa
kehidupan manusia menjadi lebih baik.
Secara terperinci, Sayyid Qutub menyebutkan
keadilan social yang bisa dipetik dari hikmah
berpolitik adalah:
A. kebebasan rohaniah yang
mutlak. Kebebasan rohani di dalam islam
didasarkan kepada kebebasan rohani
manusia dari tidak beribadah kecuali kepada
Allah dan kebebasan untuk tidak tunduk
kecuali kepada Allah, tidak ada yang kuasa
kecuali Allah. Apabila tuhan hanya Allah
semata, maka segala sesuatu diarahkan
kepada-Nya, tidak ada ibadah kecuali untuk
Allah, dan manusia tidak dapat menuhankan
yang lainnya, termasuk menuhankan
manusia. dengan keyakinan akan sifat-sifat
tuhan yang Maha Adil, Mahakasih Sayang,
Pengampun, Penolong, dan sebagainya yang
apabila diterapkan didalam kehidupan
bermasyarakat akan menimbulkan keadilan
sosial.
mutlak. Kebebasan rohani di dalam islam
didasarkan kepada kebebasan rohani
manusia dari tidak beribadah kecuali kepada
Allah dan kebebasan untuk tidak tunduk
kecuali kepada Allah, tidak ada yang kuasa
kecuali Allah. Apabila tuhan hanya Allah
semata, maka segala sesuatu diarahkan
kepada-Nya, tidak ada ibadah kecuali untuk
Allah, dan manusia tidak dapat menuhankan
yang lainnya, termasuk menuhankan
manusia. dengan keyakinan akan sifat-sifat
tuhan yang Maha Adil, Mahakasih Sayang,
Pengampun, Penolong, dan sebagainya yang
apabila diterapkan didalam kehidupan
bermasyarakat akan menimbulkan keadilan
sosial.
B. persamaan kemanusiaan
yang sempurna. Prinsip-prinsip persamaan
didalam islam didasarkan kepada kesatuan
jenis manusia di dalam hak dan kewajibannya di hadapan undang-undang, dihadapan Allah, di dunia dan di akhirat.
Persamaan ini didasarkan atas kemanusiaan
yang mulia, bahkan persamaan yang
berdasarkan kemanusiaan ini juga berlaku
bagi yang non-muslim.
yang sempurna. Prinsip-prinsip persamaan
didalam islam didasarkan kepada kesatuan
jenis manusia di dalam hak dan kewajibannya di hadapan undang-undang, dihadapan Allah, di dunia dan di akhirat.
Persamaan ini didasarkan atas kemanusiaan
yang mulia, bahkan persamaan yang
berdasarkan kemanusiaan ini juga berlaku
bagi yang non-muslim.
C. tanggung jawab sosial
yang kokoh. Islam menggariskan tanggung
jawab ini didalam segala bentuknya. Ada
tanggung jawab di antara individu terhadap
dirinya, dan ada tanggung jawab di antara
individu terhadap keluarganya, famili dan
kaum kerabatnya, bangsanya dan bangsa-
bangsa lainnya serta tanggung jawab
terhadap generasi yang akan datang. [H. A. Djazuli, “Fiqh Siyasah: Implementasi
Kemaslahatan Umat dalam Rambu-Rambu Syariah.” (jakarta: kencana, 2003). Hlm, 26]
yang kokoh. Islam menggariskan tanggung
jawab ini didalam segala bentuknya. Ada
tanggung jawab di antara individu terhadap
dirinya, dan ada tanggung jawab di antara
individu terhadap keluarganya, famili dan
kaum kerabatnya, bangsanya dan bangsa-
bangsa lainnya serta tanggung jawab
terhadap generasi yang akan datang. [H. A. Djazuli, “Fiqh Siyasah: Implementasi
Kemaslahatan Umat dalam Rambu-Rambu Syariah.” (jakarta: kencana, 2003). Hlm, 26]
PEMIMPIN DALAM ISLAM
Berikut ini ayat- ayat al-Quran yang menunjukkan
dengan jelas larangan memilih pemimpin non Muslim bagi wilayah yang mayoritas penduduknya Muslim.
dengan jelas larangan memilih pemimpin non Muslim bagi wilayah yang mayoritas penduduknya Muslim.
Pertama;
ﻻَّ ﻳَﺘَّﺨِﺬِ ﺍﻟْﻤُﺆْﻣِﻨُﻮﻥَ ﺍﻟْﻜَﺎﻓِﺮِﻳﻦَ ﺃَﻭْﻟِﻴَﺎﺀ ﻣِﻦ ﺩُﻭْﻥِ ﺍﻟْﻤُﺆْﻣِﻨِﻴﻦَ ﻭَﻣَﻦ
ﻳَﻔْﻌَﻞْ ﺫَﻟِﻚَ ﻓَﻠَﻴْﺲَ ﻣِﻦَ ﺍﻟﻠّﻪِ ﻓِﻲ ﺷَﻲْﺀٍ ﺇِﻻَّ ﺃَﻥ ﺗَﺘَّﻘُﻮﺍْ ﻣِﻨْﻬُﻢْ ﺗُﻘَﺎﺓً
ﻭَﻳُﺤَﺬِّﺭُﻛُﻢُ ﺍﻟﻠّﻪُ ﻧَﻔْﺴَﻪُ ﻭَﺇِﻟَﻰ ﺍﻟﻠّﻪِ ﺍﻟْﻤَﺼِﻴﺮُ
ﻳَﻔْﻌَﻞْ ﺫَﻟِﻚَ ﻓَﻠَﻴْﺲَ ﻣِﻦَ ﺍﻟﻠّﻪِ ﻓِﻲ ﺷَﻲْﺀٍ ﺇِﻻَّ ﺃَﻥ ﺗَﺘَّﻘُﻮﺍْ ﻣِﻨْﻬُﻢْ ﺗُﻘَﺎﺓً
ﻭَﻳُﺤَﺬِّﺭُﻛُﻢُ ﺍﻟﻠّﻪُ ﻧَﻔْﺴَﻪُ ﻭَﺇِﻟَﻰ ﺍﻟﻠّﻪِ ﺍﻟْﻤَﺼِﻴﺮُ
“Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-
orang kafir menjadi WALI (waly) pemimpin, teman
setia, pelindung) dengan meninggalkan orang-orang
mukmin. Barang siapa berbuat demikian, niscaya
lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali karena
(siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari
mereka. Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri
(siksa)-Nya, dan hanya kepada Allah kamu kembali.”
(QS: Ali Imron [3]: 28)
orang kafir menjadi WALI (waly) pemimpin, teman
setia, pelindung) dengan meninggalkan orang-orang
mukmin. Barang siapa berbuat demikian, niscaya
lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali karena
(siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari
mereka. Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri
(siksa)-Nya, dan hanya kepada Allah kamu kembali.”
(QS: Ali Imron [3]: 28)
Kedua;
ﻳَﺎ ﺃَﻳُّﻬَﺎ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺁﻣَﻨُﻮﺍْ ﻻَ ﺗَﺘَّﺨِﺬُﻭﺍْ ﺍﻟْﻜَﺎﻓِﺮِﻳﻦَ ﺃَﻭْﻟِﻴَﺎﺀ ﻣِﻦ ﺩُﻭﻥِ
ﺍﻟْﻤُﺆْﻣِﻨِﻴﻦَ ﺃَﺗُﺮِﻳﺪُﻭﻥَ ﺃَﻥ ﺗَﺠْﻌَﻠُﻮﺍْ ﻟِﻠّﻪِ ﻋَﻠَﻴْﻜُﻢْ ﺳُﻠْﻄَﺎﻧﺎً ﻣُّﺒِﻴﻨﺎً
ﺍﻟْﻤُﺆْﻣِﻨِﻴﻦَ ﺃَﺗُﺮِﻳﺪُﻭﻥَ ﺃَﻥ ﺗَﺠْﻌَﻠُﻮﺍْ ﻟِﻠّﻪِ ﻋَﻠَﻴْﻜُﻢْ ﺳُﻠْﻄَﺎﻧﺎً ﻣُّﺒِﻴﻨﺎً
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
mengambil orang-orang kafir menjadi WALI (pemimpin)
dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah
kami ingin mengadakan alasan yang nyata bagi Allah
(untuk menyiksamu)?” (QS: An Nisa’ [4]: 144)
mengambil orang-orang kafir menjadi WALI (pemimpin)
dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah
kami ingin mengadakan alasan yang nyata bagi Allah
(untuk menyiksamu)?” (QS: An Nisa’ [4]: 144)
Ketiga;
ﻳَﺎ ﺃَﻳُّﻬَﺎ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺁﻣَﻨُﻮﺍْ ﻻَ ﺗَﺘَّﺨِﺬُﻭﺍْ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺍﺗَّﺨَﺬُﻭﺍْ ﺩِﻳﻨَﻜُﻢْ ﻫُﺰُﻭﺍً ﻭَﻟَﻌِﺒﺎً
ﻣِّﻦَ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺃُﻭﺗُﻮﺍْ ﺍﻟْﻜِﺘَﺎﺏَ ﻣِﻦ ﻗَﺒْﻠِﻜُﻢْ ﻭَﺍﻟْﻜُﻔَّﺎﺭَ ﺃَﻭْﻟِﻴَﺎﺀ ﻭَﺍﺗَّﻘُﻮﺍْ ﺍﻟﻠّﻪَ ﺇِﻥ ﻛُﻨﺘُﻢ ﻣُّﺆْﻣِﻨِﻴﻦَ
ﻣِّﻦَ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺃُﻭﺗُﻮﺍْ ﺍﻟْﻜِﺘَﺎﺏَ ﻣِﻦ ﻗَﺒْﻠِﻜُﻢْ ﻭَﺍﻟْﻜُﻔَّﺎﺭَ ﺃَﻭْﻟِﻴَﺎﺀ ﻭَﺍﺗَّﻘُﻮﺍْ ﺍﻟﻠّﻪَ ﺇِﻥ ﻛُﻨﺘُﻢ ﻣُّﺆْﻣِﻨِﻴﻦَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
mengambil orang-orang yang membuat agamamu jadi buah ejekan dan permainan, (yaitu) di antara orang- orang yang telah diberi kitab sebelummu, dan orang- orang yang kafir (orang-orang musyrik) sebagai WALI
(pemimpinmu). Dan bertakwalah kepada Allah jika kamu betul-betul orang-orang yang beriman.” (QS: Al- Ma’aidah [5]: 57)
mengambil orang-orang yang membuat agamamu jadi buah ejekan dan permainan, (yaitu) di antara orang- orang yang telah diberi kitab sebelummu, dan orang- orang yang kafir (orang-orang musyrik) sebagai WALI
(pemimpinmu). Dan bertakwalah kepada Allah jika kamu betul-betul orang-orang yang beriman.” (QS: Al- Ma’aidah [5]: 57)
Keempat;
ﻳَﺎ ﺃَﻳُّﻬَﺎ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺁﻣَﻨُﻮﺍْ ﻻَ ﺗَﺘَّﺨِﺬُﻭﺍْ ﺁﺑَﺎﺀﻛُﻢْ ﻭَﺇِﺧْﻮَﺍﻧَﻜُﻢْ ﺃَﻭْﻟِﻴَﺎﺀ ﺇَﻥِ
ﺍﺳْﺘَﺤَﺒُّﻮﺍْ ﺍﻟْﻜُﻔْﺮَ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻹِﻳﻤَﺎﻥِ ﻭَﻣَﻦ ﻳَﺘَﻮَﻟَّﻬُﻢ ﻣِّﻨﻜُﻢْ ﻓَﺄُﻭْﻟَـﺌِﻚَ ﻫُﻢُ
ﺍﻟﻈَّﺎﻟِﻤُﻮﻥَ
ﺍﺳْﺘَﺤَﺒُّﻮﺍْ ﺍﻟْﻜُﻔْﺮَ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻹِﻳﻤَﺎﻥِ ﻭَﻣَﻦ ﻳَﺘَﻮَﻟَّﻬُﻢ ﻣِّﻨﻜُﻢْ ﻓَﺄُﻭْﻟَـﺌِﻚَ ﻫُﻢُ
ﺍﻟﻈَّﺎﻟِﻤُﻮﻥَ
“Hai orang-orang beriman, janganlah kamu jadikan
bapak-bapak dan saudara- saudaramu menjadi
WALI (pemimpin/pelindung) jika mereka lebih
mengutamakan kekafiran atas keimanan, dan siapa di antara kamu yang menjadikan mereka WALI, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.”
(QS: At-Taubah [9]: 23)
bapak-bapak dan saudara- saudaramu menjadi
WALI (pemimpin/pelindung) jika mereka lebih
mengutamakan kekafiran atas keimanan, dan siapa di antara kamu yang menjadikan mereka WALI, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.”
(QS: At-Taubah [9]: 23)
Lima;
ﻟَﺎ ﺗَﺠِﺪُ ﻗَﻮْﻣﺎً ﻳُﺆْﻣِﻨُﻮﻥَ ﺑِﺎﻟﻠَّﻪِ ﻭَﺍﻟْﻴَﻮْﻡِ ﺍﻟْﺂﺧِﺮِ ﻳُﻮَﺍﺩُّﻭﻥَ ﻣَﻦْ ﺣَﺎﺩَّ ﺍﻟﻠَّﻪَ
ﻭَﺭَﺳُﻮﻟَﻪُ ﻭَﻟَﻮْ ﻛَﺎﻧُﻮﺍ ﺁﺑَﺎﺀﻫُﻢْ ﺃَﻭْ ﺃَﺑْﻨَﺎﺀﻫُﻢْ ﺃَﻭْ ﺇِﺧْﻮَﺍﻧَﻬُﻢْ ﺃَﻭْ ﻋَﺸِﻴﺮَﺗَﻬُﻢْ
ﺃُﻭْﻟَﺌِﻚَ ﻛَﺘَﺐَ ﻓِﻲ ﻗُﻠُﻮﺑِﻬِﻢُ ﺍﻟْﺈِﻳﻤَﺎﻥَ ﻭَﺃَﻳَّﺪَﻫُﻢ ﺑِﺮُﻭﺡٍ ﻣِّﻨْﻪُ ﻭَﻳُﺪْﺧِﻠُﻬُﻢْ
ﺟَﻨَّﺎﺕٍ ﺗَﺠْﺮِﻱ ﻣِﻦ ﺗَﺤْﺘِﻬَﺎ ﺍﻟْﺄَﻧْﻬَﺎﺭُ ﺧَﺎﻟِﺪِﻳﻦَ ﻓِﻴﻬَﺎ ﺭَﺿِﻲَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻨْﻬُﻢْ
ﻭَﺭَﺿُﻮﺍ ﻋَﻨْﻪُ ﺃُﻭْﻟَﺌِﻚَ ﺣِﺰْﺏُ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺃَﻟَﺎ ﺇِﻥَّ ﺣِﺰْﺏَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻫُﻢُ ﺍﻟْﻤُﻔْﻠِﺤُﻮﻥَ
ﻭَﺭَﺳُﻮﻟَﻪُ ﻭَﻟَﻮْ ﻛَﺎﻧُﻮﺍ ﺁﺑَﺎﺀﻫُﻢْ ﺃَﻭْ ﺃَﺑْﻨَﺎﺀﻫُﻢْ ﺃَﻭْ ﺇِﺧْﻮَﺍﻧَﻬُﻢْ ﺃَﻭْ ﻋَﺸِﻴﺮَﺗَﻬُﻢْ
ﺃُﻭْﻟَﺌِﻚَ ﻛَﺘَﺐَ ﻓِﻲ ﻗُﻠُﻮﺑِﻬِﻢُ ﺍﻟْﺈِﻳﻤَﺎﻥَ ﻭَﺃَﻳَّﺪَﻫُﻢ ﺑِﺮُﻭﺡٍ ﻣِّﻨْﻪُ ﻭَﻳُﺪْﺧِﻠُﻬُﻢْ
ﺟَﻨَّﺎﺕٍ ﺗَﺠْﺮِﻱ ﻣِﻦ ﺗَﺤْﺘِﻬَﺎ ﺍﻟْﺄَﻧْﻬَﺎﺭُ ﺧَﺎﻟِﺪِﻳﻦَ ﻓِﻴﻬَﺎ ﺭَﺿِﻲَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻨْﻬُﻢْ
ﻭَﺭَﺿُﻮﺍ ﻋَﻨْﻪُ ﺃُﻭْﻟَﺌِﻚَ ﺣِﺰْﺏُ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺃَﻟَﺎ ﺇِﻥَّ ﺣِﺰْﺏَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻫُﻢُ ﺍﻟْﻤُﻔْﻠِﺤُﻮﻥَ
“Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada
Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan
orang-orang yang menentang Allah dan rasul-Nya, sekali pun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-
anak atau saudara-saudara atau pun keluarga mereka.
Mereka itulah orang-orang yang telah menanamkan
keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka
dengan pertolongan yang datang daripada- nya. dan
dimasukan-nya mereka ke dalam surga yang mengalir
di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya.
allah ridha terhadap mereka, dan mereka pun merasa
puas terhadap (limpahan rahmat)-nya. mereka itulah
golongan allah. ketahuilah, bahwa sesungguhnya
hizbullah itu adalah golongan yang beruntung.” (QS: Al Mujaadalah [58] : 22)
Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan
orang-orang yang menentang Allah dan rasul-Nya, sekali pun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-
anak atau saudara-saudara atau pun keluarga mereka.
Mereka itulah orang-orang yang telah menanamkan
keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka
dengan pertolongan yang datang daripada- nya. dan
dimasukan-nya mereka ke dalam surga yang mengalir
di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya.
allah ridha terhadap mereka, dan mereka pun merasa
puas terhadap (limpahan rahmat)-nya. mereka itulah
golongan allah. ketahuilah, bahwa sesungguhnya
hizbullah itu adalah golongan yang beruntung.” (QS: Al Mujaadalah [58] : 22)
Enam;
ﺑَﺸِّﺮِ ﺍﻟْﻤُﻨَﺎﻓِﻘِﻴﻦَ ﺑِﺄَﻥَّ ﻟَﻬُﻢْ ﻋَﺬَﺍﺑﺎً ﺃَﻟِﻴﻤﺎً
ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﻳَﺘَّﺨِﺬُﻭﻥَ ﺍﻟْﻜَﺎﻓِﺮِﻳﻦَ ﺃَﻭْﻟِﻴَﺎﺀ ﻣِﻦ ﺩُﻭﻥِ ﺍﻟْﻤُﺆْﻣِﻨِﻴﻦَ ﺃَﻳَﺒْﺘَﻐُﻮﻥَ
ﻋِﻨﺪَﻫُﻢُ ﺍﻟْﻌِﺰَّﺓَ ﻓَﺈِﻥَّ ﺍﻟﻌِﺰَّﺓَ ﻟِﻠّﻪِ ﺟَﻤِﻴﻌﺎً
ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﻳَﺘَّﺨِﺬُﻭﻥَ ﺍﻟْﻜَﺎﻓِﺮِﻳﻦَ ﺃَﻭْﻟِﻴَﺎﺀ ﻣِﻦ ﺩُﻭﻥِ ﺍﻟْﻤُﺆْﻣِﻨِﻴﻦَ ﺃَﻳَﺒْﺘَﻐُﻮﻥَ
ﻋِﻨﺪَﻫُﻢُ ﺍﻟْﻌِﺰَّﺓَ ﻓَﺈِﻥَّ ﺍﻟﻌِﺰَّﺓَ ﻟِﻠّﻪِ ﺟَﻤِﻴﻌﺎً
“Kabarkanlah kepada orang-orang MUNAFIQ bahwa mereka akan mendapat siksaan yang pedih. (Yaitu)
orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi
WALI (pemimpin/teman penolong) dengan
meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah mereka
mencari kekuatan di sisi orang kafir itu ? Maka
sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah.” (QS: An-Nisa’ [4]: 138-139)
Masih ada beberapa ayat dalam al-Quran yang
menegaskan larangan memilih non Muslim (kafir)
sebagai bagi kaum Muslimin yang juga menggunakan
pilihan kata WALI sebagaimana ayat di atas. Di antara ayat-ayat tersebut adalah : QS. Al Maidah: 51, QS Al-
Maidah: 80-81, QS Al-Mumtahanah: 1 dsb.
Dari beberapa ayat di atas, Allah Subhanahu Wata’ala
menggunakan pilihan kata pemimpin dengan kata
WALI. Padahal ada begitu banyak padanan kata
pemimpin dalam bahasa arab selain kata wali.
Misalnya kata Aamir, Raa’in, Haakim, Qowwam,
Sayyid dsb. Mengapa Allah gunakan pilihan kata
pemimpin dalam tersebut dengan kata WALI?
Jawabnya adalah karena barangkali secara bahasa,
kata Waliy (WALI) ini memiliki akar kata yang sama dengan kata wilaayatan (wilayah/daerah). Karena itu,
penggunakan kata waliy dalam berbagai ayat di atas mengindikasikan bahwa definisi pemimpin yang dimaksud ayat-ayat di atas adalah pemimpin yang bersifat kewilayahan. Dengan kata lain, non Muslim yang dilarang umat Islam memilihnya menjadi
pemimpin adalah pemimpin yang menguasai suatu
wilayah milik kaum Muslimin.
orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi
WALI (pemimpin/teman penolong) dengan
meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah mereka
mencari kekuatan di sisi orang kafir itu ? Maka
sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah.” (QS: An-Nisa’ [4]: 138-139)
Masih ada beberapa ayat dalam al-Quran yang
menegaskan larangan memilih non Muslim (kafir)
sebagai bagi kaum Muslimin yang juga menggunakan
pilihan kata WALI sebagaimana ayat di atas. Di antara ayat-ayat tersebut adalah : QS. Al Maidah: 51, QS Al-
Maidah: 80-81, QS Al-Mumtahanah: 1 dsb.
Dari beberapa ayat di atas, Allah Subhanahu Wata’ala
menggunakan pilihan kata pemimpin dengan kata
WALI. Padahal ada begitu banyak padanan kata
pemimpin dalam bahasa arab selain kata wali.
Misalnya kata Aamir, Raa’in, Haakim, Qowwam,
Sayyid dsb. Mengapa Allah gunakan pilihan kata
pemimpin dalam tersebut dengan kata WALI?
Jawabnya adalah karena barangkali secara bahasa,
kata Waliy (WALI) ini memiliki akar kata yang sama dengan kata wilaayatan (wilayah/daerah). Karena itu,
penggunakan kata waliy dalam berbagai ayat di atas mengindikasikan bahwa definisi pemimpin yang dimaksud ayat-ayat di atas adalah pemimpin yang bersifat kewilayahan. Dengan kata lain, non Muslim yang dilarang umat Islam memilihnya menjadi
pemimpin adalah pemimpin yang menguasai suatu
wilayah milik kaum Muslimin.
Sumber:Hidayatullah.com
m.hid ayat ullah.com/.../fiqh- kepemimpina...
m.hid ayat ullah.com/.../fiqh-
Semoga berguna. Aamiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar