KAJIAN SURAT
AL-FALAQ ?
قُلْ أَعُوذُ
بِرَبِّ الْفَلَقِ (1) مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ (2) وَمِنْ شَرِّ غَاسِقٍ إِذَا
وَقَبَ (3) وَمِنْ شَرِّ النَّفَّاثَاتِ فِي الْعُقَدِ (4) وَمِنْ شَرِّ حَاسِدٍ
إِذَا حَسَدَ (5)
(yang
artinya) :
1. Katakanlah: “Aku berlindung kepada Tuhan Yang Menguasai subuh,
2. dari kejahatan makhluk-Nya,
3. dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita,
4. dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul ,
5. dan dari kejahatan pendengki bila ia dengki”.(al-Falaq)
1. Katakanlah: “Aku berlindung kepada Tuhan Yang Menguasai subuh,
2. dari kejahatan makhluk-Nya,
3. dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita,
4. dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul ,
5. dan dari kejahatan pendengki bila ia dengki”.(al-Falaq)
Muqaddimah
Surat
al-Falaq terdiri dari lima ayat dan tergolong makkiyyah (diturunkan
sebelum hijrah). Bersama surat an-Nas, ia disebut al-Mu’awwidzatain.
Disebut demikian karena keduanya mengandung ta’widz
(perlindungan). Keduanya termasuk surat yang utama dalam Al-Qur’an.
Keutamaan surat al-Falaq selalu disebut bersamaan dengan surat an-Nas.
At-Tirmidzi, an-Nasa’i dan Ibnu Majah
meriwayatkan dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu
‘anhu hadits berikut,
((كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَتَعَوَّذُ مِنْ عَيْنِ الْجَانِّ وَعَيْنِ الإِنْسِ, فَلَمَّا نَزَلَتْ
الْمُعَوِّذَتَانِ أَخَذَ بِهِمَا, وَتَرَكَ مَا سِوَى ذَلِكَ))
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
berlindung dari mata jahat jin dan manusia. Ketika turun al–Mu’awwidzatain, beliau memakainya dan meninggalkan
yang lain. (dihukumi shahih oleh al-Albani)
Kedua surat
ini disunatkan dibaca setiap selesai shalat wajib. Dalam hadits lain, ‘Uqbah
bin ‘Amir radhiyallahu ‘anhu
meriwayatkan,
(( أَمَرَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
أَنْ أَقْرَأَ بِالْمُعَوِّذَاتِ دُبُرَ كُلِّ صَلاَةٍ))
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
memerintahkan saya untuk membaca al–Mu’awwidzat tiap selesai shalat.”
(HR. Abu Dawud, dihukumi shahih oleh al-Albani)
Asbabun Nuzul ?
Tatkala Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
disihir oleh orang Yahudi yang bernama Labid bin Al A’shom di Madinah, Allah
Ta’ala menurunkan Al Maw’izatain (surat Al Falaq dan An Naas). Lalu Jibril ’alaihis salam meruqyah (membaca
kedua ayat tersebut) kepada Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam. Berkat izin
Allah, Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam sembuh. (Aysarut Tafasir, hal. 1503)
[Namun, riwayat sabab nuzul untuk surat Al falaq dan An Naaas dinilai dhaif
oleh Syaikh Muqbil dalam as Shahih al Musnad min Asbab anNuzul, lihat juga
penjelasan Ibnu Katsir]
Tafsir Ayat Kedua
مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ (2)
2. dari kejahatan makhluk-Nya,
مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ (2)
2. dari kejahatan makhluk-Nya,
Ayat ini mencakup seluruh yang Allah ciptakan baik
manusia, jin, hewan, benda-benda mati yang dapat menimbulkan bahaya dan dari kejelekan
seluruh makhluk. (Taysir Al Karimir
Rahman; Aysarut Tafasir).
Ibnu Katsir mengatakan bahwa ayat ini berarti berlindung dari kejelekan seluruh makhluk. Tsabit Al Bunani dan Al Hasan Al Bashri menafsirkan berlindung dari jahannam dan iblis serta keturunannya. (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim)
Ayat ini juga mencakup meminta perlindungan pada diri sendiri. Ingatlah, nafsu selalu memerintahkan pada kejelekan. Allah Ta’ala berfirman,
Ibnu Katsir mengatakan bahwa ayat ini berarti berlindung dari kejelekan seluruh makhluk. Tsabit Al Bunani dan Al Hasan Al Bashri menafsirkan berlindung dari jahannam dan iblis serta keturunannya. (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim)
Ayat ini juga mencakup meminta perlindungan pada diri sendiri. Ingatlah, nafsu selalu memerintahkan pada kejelekan. Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ النَّفْسَ
لَأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّي
“Karena
sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang
diberi rahmat oleh Tuhanku.” (QS. Yusuf [12] : 53).
Maka
setiap kali seseorang mengucapkan ayat ini, maka yang pertama kali tercakup
dalam ayat tersebut adalah dirinya sendiri. Jadi dia berlindung dari
kejelekan dirinya sendiri, yang mungkin sering ujub (berbangga diri) atau yang
lainnya. Sebagaimana yang terdapat dalam khutbatul hajjah:
نَعُوْذُ
بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا
“Aku
berlindung kepada Allah dari kejelekan diriku sendiri.” (HR. At Tirmidzi.
Dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani dalam Shohih wa Dho’if Sunan At Tirmidzi
no. 1105) (Tafsir Juz ‘Amma, 294-295)
Tafsir
Ayat Keempat
وَمِنْ شَرِّ النَّفَّاثَاتِ فِي الْعُقَدِ (4)
4. dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul,
وَمِنْ شَرِّ النَّفَّاثَاتِ فِي الْعُقَدِ (4)
4. dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul,
Mujahid,
Ikrimah, Al Hasan, dan Qotadah mengatakan bahwa yang dimaksudkan adalah sihir.
Mujahid mengatakan, ”Apabila membaca mantera-mantera dan meniupkan (menyihir)
di ikatan tali” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim).
Dalam ayat ini disebut dengan ’An Nafatsaat’ yaitu tukang sihir wanita. Karena umumnya yang menjadi tukang sihir adalah wanita. Namun ayat ini juga dapat mencakup tukang sihir laki-laki dan wanita, jika yang dimaksudkan adalah sifat dari nufus (jiwa atau ruh) (Ruhul Ma’ani; Tafsir Juz ’Amma, 295)
Namun perlu diingat bahwa dalam syari’at ini terdapat pula penyembuhan penyakit dengan do’a-do’a yang disyari’atkan yang dikenal dengan ruqyah. Dari Abu Sa’id, beliau menceritakan bahwa Jibril pernah mendatangi Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam. Lalu mengatakan,”Ya Muhammad, apakah engkau merasa sakit?” Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam mengatakan,”Iya”. Kemudian Jibril meruqyah Nabi dengan mengatakan,
Dalam ayat ini disebut dengan ’An Nafatsaat’ yaitu tukang sihir wanita. Karena umumnya yang menjadi tukang sihir adalah wanita. Namun ayat ini juga dapat mencakup tukang sihir laki-laki dan wanita, jika yang dimaksudkan adalah sifat dari nufus (jiwa atau ruh) (Ruhul Ma’ani; Tafsir Juz ’Amma, 295)
Namun perlu diingat bahwa dalam syari’at ini terdapat pula penyembuhan penyakit dengan do’a-do’a yang disyari’atkan yang dikenal dengan ruqyah. Dari Abu Sa’id, beliau menceritakan bahwa Jibril pernah mendatangi Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam. Lalu mengatakan,”Ya Muhammad, apakah engkau merasa sakit?” Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam mengatakan,”Iya”. Kemudian Jibril meruqyah Nabi dengan mengatakan,
بِاسْمِ اللَّهِ
أَرْقِيكَ مِنْ كُلِّ شَىْءٍ يُؤْذِيكَ مِنْ شَرِّ كُلِّ نَفْسٍ أَوْ عَيْنِ
حَاسِدٍ اللَّهُ يَشْفِيكَ بِاسْمِ اللَّهِ أَرْقِيكَ
”Bismillah
arqika min kulli sya-in yu’dzika, min syarri kulli nafsin aw ’aini hasidin.
Allahu yasyfika. Bismillah arqika [Dengan menyebut nama Allah, aku meruqyahmu
dari segala sesuatu yang menyakitimu, dari kejelekan (kejahatan) setiap jiwa
atau ’ain orang yang hasad (dengki). Semoga Allah menyembuhkanmu. Dengan
menyebut nama Allah, aku meruqyahmu].” (HR. Muslim no. 2186. Ada yang
berpendapat bahwa kejelekan nafs (jiwa) adalah ’ain, yakni pandangan hasad).
Tafsir Ayat Kelima
وَمِنْ شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ (5)
5. dan dari kejahatan pendengki bila ia dengki”.
وَمِنْ شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ (5)
5. dan dari kejahatan pendengki bila ia dengki”.
Hasad adalah
berangan-angan hilangnya nikmat yang ada pada orang lain baik agar pindah
kepada diri kita ataupun tidak (Aysarut Tafasir).
Allah menutup surat ini dengan hasad, sebagai peringatan bahayanya perkara ini. Hasad adalah memusuhi nikmat Allah.
Allah menutup surat ini dengan hasad, sebagai peringatan bahayanya perkara ini. Hasad adalah memusuhi nikmat Allah.
Sebagian
Ahli Hikmah mengatakan bahwa hasad itu dapat dilihat dari lima ciri :
Pertama, membenci suatu nikmat yang nampak pada orang lain;
Kedua, murka dengan pembagian nikmat Allah;
Ketiga, bakhil (kikir) dengan karunia Allah, padahal karunia Allah diberikan bagi siapa saja yang dikehendaki-Nya;
Keempat, tidak mau menolong wali Allah (orang beriman) dan menginginkan hilangnya nikmat dari mereka;
Kelima, menolong musuhnya yaitu Iblis. (Al Jaami’ liahkamil Qur’an)
Pertama, membenci suatu nikmat yang nampak pada orang lain;
Kedua, murka dengan pembagian nikmat Allah;
Ketiga, bakhil (kikir) dengan karunia Allah, padahal karunia Allah diberikan bagi siapa saja yang dikehendaki-Nya;
Keempat, tidak mau menolong wali Allah (orang beriman) dan menginginkan hilangnya nikmat dari mereka;
Kelima, menolong musuhnya yaitu Iblis. (Al Jaami’ liahkamil Qur’an)
Salah satu
dari bentuk hasad adalah ’ain
(pandangan hasad). Apabila seseorang melihat pada orang lain
kenikmatan kemudian hatinya merasa tidak suka, dia menimpakan ’ain (pandangan
mata dengan penuh rasa dengki) pada orang lain. ’Ain ini dapat menyebabkan
seseorang mati, sakit atau gila. ’Ain ini benar adanya dengan izin Allah
Ta’ala.
مِنْ شَرِّ مَا
خَلَقَ (2)
“dari
kejahatan makhluk-Nya.” (Tafsir Juz ’Amma, 296)
Lalu
bagaimana jalan keluar agar terbebas dari tiga kejelekan (kejahatan) ini?
Pertama, dengan bertawakkal pada Allah, yaitu menyerahkan
segala urusan kepada Allah Ta’ala.
Kedua, membaca wirid-wirid (dzikir-dzikir) yang dapat membentengi dan menjaga dari segala macam kejelekan. Perlu diingat bahwasanya kebanyakan manusia dapat terkena sihir, ’ain, dan berbagai kejelekan lainnya dikarenakan lalai dari dzikir-dzikir. Ingatlah bahwa bacaan dzikir merupakan benteng yang paling kokoh dan lebih kuat daripada benteng ’Ya’juj dan Ma’juj’. Namun, banyak dari manusia yang melupakan hal ini. Banyak di antara mereka yang melalaikan dzikir pagi dan petang, begitu juga dzikir ketika hendak tidur. Padahal dzikir-dzikir tersebut mudah untuk dihafalkan dan dibaca. (Tafsir Juz ’Amma, 296)
Kedua, membaca wirid-wirid (dzikir-dzikir) yang dapat membentengi dan menjaga dari segala macam kejelekan. Perlu diingat bahwasanya kebanyakan manusia dapat terkena sihir, ’ain, dan berbagai kejelekan lainnya dikarenakan lalai dari dzikir-dzikir. Ingatlah bahwa bacaan dzikir merupakan benteng yang paling kokoh dan lebih kuat daripada benteng ’Ya’juj dan Ma’juj’. Namun, banyak dari manusia yang melupakan hal ini. Banyak di antara mereka yang melalaikan dzikir pagi dan petang, begitu juga dzikir ketika hendak tidur. Padahal dzikir-dzikir tersebut mudah untuk dihafalkan dan dibaca. (Tafsir Juz ’Amma, 296)
Ikhtitam
- Surat ini adalah surat yang utama, dan dianjurkan dibaca setelah shalat, sebelum dan sesudah tidur, dalam dzikir pagi dan sore, juga dalam ruqyah.
- Kita memohon perlindungan hanya kepada Allah dari semua kejahatan secara umum, dan beberapa hal secara khusus karena lebih sering terjadi, lebih samar atau karena mengandung bahaya yang lebih.
- Mewaspadai kejahatan malam, tukang sihir dan pendengki.
- Sihir dan ‘ain adalah perkara yang hakiki.
- Kesempurnaan agama Islam yang mengajarkan cara melindungi diri dari berbagai kejahatan.
- Kekurangan sebagian umat Islam dalam memahami, mengamalkan dan menghayati ajaran Islam.
Sumber:1.https://muslim.or.id
Jakarta 8/1/2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar