MAU BERSATU UMMAT ISLAM
?
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَومٌ مِّن قَوْمٍ عَسَى أَن يَكُونُوا خَيْرًا مِّنْهُمْ وَلَا نِسَاء مِّن نِّسَاء عَسَى أَن يَكُنَّ خَيْرًا مِّنْهُنَّ وَلَا تَلْمِزُوا أَنفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ بِئْسَ الاِسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ وَمَن لَّمْ يَتُبْ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
Hai
orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain
(karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang
mengolok-olok) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok) wanita-wanita lain
(karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari
wanita (yang mengolok-olok) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan
janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk
panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barang siapa yang tidak
bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang lalim. (QS. 49: 11)
Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda :
الْجَمَاعَةُ رَحْمَةٌ وَالْفُرْقَةُ عَذَابٌ
"Al jama’ah adalah rahmat dan perpecahan adalah azab"(Al-Hadits)
الْجَمَاعَةُ رَحْمَةٌ وَالْفُرْقَةُ عَذَابٌ
"Al jama’ah adalah rahmat dan perpecahan adalah azab"(Al-Hadits)
Muqaddimah
Persatuan dalam Islam terbangun atas tauhid, ittiba` Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan manhaj Salaf dari para sahabat, tabiin dan tabiut tabiin yang merupakan manusia terbaik, sebagaimana yang dikabarkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam :
خَيْرُالناس قَرْنِي ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ
"Sebaik-baik manusia adalah manusia pada zamanku, kemudian yang berikutnya dan berikutnya".
Dan ada tambahan di selain Shahihain :
ثُمَّ يَأْتِي أَقْوَامٌ لاَ خَيْرَ فِيْهِمْ
"Kemudian datang suatu kaum yang tidak ada kebaikan di dalamnya".
Kenapa hal ini bisa terjadi? Karena kaum ini telah menyelisihi manhaj generasi terbaik yang telah mengikuti dan berjalan di atas petunjuk Rasul. Maka dicabutlah kebaikan dari mereka sesuai dengan penyelewengan mereka dari para salaf.
Persatuan dalam Islam adalah hal utama yang diminta dari umat, dan wajib bagi kita terus bersemangat untuk merealisasikannya, menjalankan dan menyerukan persatuan tersebut.
Di dalam al Qur`an banyak contoh yang menerangkan kepada kita hakikat persatuan, antara ada dan tiada.
Contoh yang menjelaskan, bagaimana persatuan dalam berakidah dan manhaj yang benar telah menjadikan satu orang bisa dianggap satu jamaah. Dan contoh yang menjelaskan, bagaimana kelemahan dan kegagalan bisa menjadikan suatu jamaah dianggap seperti satu orang, bahkan individu-individu yang saling bertikai antara satu dengan yang lainnya, Allah Azza wa Jalla menceritakan tentang bapaknya para nabi, yaitu Nabi Ibrahim Alaihissalam :
"Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif". [an Nahl : 120].
Persatuan dalam Islam terbangun atas tauhid, ittiba` Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan manhaj Salaf dari para sahabat, tabiin dan tabiut tabiin yang merupakan manusia terbaik, sebagaimana yang dikabarkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam :
خَيْرُالناس قَرْنِي ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ
"Sebaik-baik manusia adalah manusia pada zamanku, kemudian yang berikutnya dan berikutnya".
Dan ada tambahan di selain Shahihain :
ثُمَّ يَأْتِي أَقْوَامٌ لاَ خَيْرَ فِيْهِمْ
"Kemudian datang suatu kaum yang tidak ada kebaikan di dalamnya".
Kenapa hal ini bisa terjadi? Karena kaum ini telah menyelisihi manhaj generasi terbaik yang telah mengikuti dan berjalan di atas petunjuk Rasul. Maka dicabutlah kebaikan dari mereka sesuai dengan penyelewengan mereka dari para salaf.
Persatuan dalam Islam adalah hal utama yang diminta dari umat, dan wajib bagi kita terus bersemangat untuk merealisasikannya, menjalankan dan menyerukan persatuan tersebut.
Di dalam al Qur`an banyak contoh yang menerangkan kepada kita hakikat persatuan, antara ada dan tiada.
Contoh yang menjelaskan, bagaimana persatuan dalam berakidah dan manhaj yang benar telah menjadikan satu orang bisa dianggap satu jamaah. Dan contoh yang menjelaskan, bagaimana kelemahan dan kegagalan bisa menjadikan suatu jamaah dianggap seperti satu orang, bahkan individu-individu yang saling bertikai antara satu dengan yang lainnya, Allah Azza wa Jalla menceritakan tentang bapaknya para nabi, yaitu Nabi Ibrahim Alaihissalam :
"Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif". [an Nahl : 120].
Pesan2 Rasulullah saw ?
Allah SWT mengisyaratkan agar saya, saudara dan kita
semua memperkokoh persatuan dan kesatuan dan melarang untuk bercerai berai. Ini
terangkai dalam surat Ali Imron ayat 103 :
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا
تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً
فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ
عَلَى شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ
اللَّهُ لَكُمْ ءَايَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
Artinya : “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada
tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan ni`mat
Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh musuhan, maka Allah
mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena ni`mat Allah orang-orang yang
bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah
menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya
kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.”
Pengertian Persatuan ialah ikatan
yang terjadi antara dua orang lebih yang mereka melakukan tidak yang sama dalam
hal terjadinya peristiwa tertentu. Bila seseorang suatu bangsa maka rakyatnya
akan bersatu membela bangssanya.
Dari penjelasan ayat diatas
diperoleh kesimpulan bahwa usaha umat Islam terutama para pemuka
(ulama/hakim/pejabat) supaya memperbaiki hubungan antara seseorang dengan
seseorang yang lain atau kelompok, golongan dengan golongan atau dengan
seseorang secara nyata, jangan membiarkan persengkataan atau perselisihan itu
berlarut-larut. Para umat tidak boleh berdiam diri asal badan sendiri selamat,
kita mesti berbuat, berusaha menghilangkan persengketaan, dan menghidupkan tali
persaudaraan antara orang-orang yang bersengketa itu.
Setiap muslim wajib berusaha
membangun kukuhnya persatuan dan kesatuan demi tegaknya agama, masyarakat,
bangsa dan negara. Hal itu dilakukan agar dapat meningkatkan kesejahteraan
bersama dengan cara yang bijaksana dan seadil-adilnya menurut ketentuan Allah
SWT. Agama islan adalah agama yang smepurna ajaran-ajarannya, bukan hanya
membimnbing manusia mengenal tuhan dan tata cara beribadah kepadanya, tetapi
juga memberi petunjuk bagaimana menyusun suatu masyarakat agar tiap-tiap
anggotanya dapat hidup rukun, aman dan nyaman, yakni masing-masing hendakalah
bertakwa. Allah melarang kita saling membelakangi, suka mencari kesalahan orang
lain, hasud, iri dan dengki lebih-lebih berbuat aniaya yang dapat menimbulkan
perselisihan diantara sesama.
Sahabat Anas bin Malik meriwayatkan
sebuah hadis yang artinya : “Tolonglah saudaramu dalam keadaan menganiaya
atau dianiaya. Saya bertanya. Wahai Rasululah, yang ini saya menolongnya karena
teraniaya. Bagaimana caranya menolong yang zalim?, Engkau harus melarangnya
dari kezaliman itulah cara menolongnya.” (HR Anas r.a)
1.Abu Dawud
meriwayatkan: Al-Qa’nabi bertutur kepada kami, Abdul ‘Aziz bin Muhammad
bertutur kepada kami, dari ‘Ala’, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, ia berkata,
“Seseorang bertanya, ‘Ya Rasulullah, apa itu ghibah?’ Beliau saw menjawab, ‘Kau
menyebut saudaramu dengan sesuatu yang dibencinya.’”
2.Seseorang
bertanya, ‘Bagaimana menurumu seandainya pada diri saudaraku itu terdapat apa
yang kukatakan?’ Beliau saw menjawab, ‘Bila pada dirinya terdapat apa yang ada
kaukatakan, maka kau telah menggunjingnya. Dan bila pada dirinya tidak terdapat
apa yang kaukatakan, maka kau telah mencemarkannya’” (HR. Tirmidzi, dan
dinilainya shahih).
3.Abu Dawud
berkata: Musaddad bertutur kepada kami, Yahya bertutur kepada kami, dari
Sufyan, Ali bin Aqmar bertutur kepadaku, dari Abu Hudzaifah, dari ‘Aisyah ra,
ia berkata, “Aku berkata kepada Nabi saw, ‘Shafiyyah itu kan demikian dan
demikian.’ (Riwayat dari Musaddad, maksudnya ia pendek). Lalu Nabi saw
bersabda, ‘Kau telah mengucapkan satu kalimat yang seandainya kaucampur dengan
air laut, maka kalimat itu dapat memengaruhi air laut itu.’” ‘Aisyah berkata,
“Aku menceritakan seseorang kepada beliau, lalu beliau saw bersabda, “Aku tidak
suka menceritakan seseorang sedangkan aku punya sifat seperti ini dan ini.”
4.Abu Dawud
meriwayatkan dengan isnadnya dari Anas bin Malik, ia berkata, “Rasulullah saw
bersabda, “Ketika aku dimi’rajkan, aku melewati suatu kaum yang memiliki
kuku-kuku dari tembaga, mereka mencakari wajah dan dada mereka. Aku bertanya,
‘Siapa mereka, ya Jibril?’ Jibril menjawab, ‘Mereka itu orang-orang yang makan
daging manusia dan menodai harga diri mereka.’”
5.Rasululah SAW bersabda :
ليس منا من دعا على عصبيته وليس منا من مات على عصبيته
Bukan golongan kita, orang yang membangga-banggakan
kesukuan dan bukan golongan kita orang yang mati karena membela, mempertahankan
dan memperjuangkan kesukuan.
مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ كَمَثَلِ الْجَسَدِ الْوَاحِدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى
"Perumpamaan kaum Muslimin dalam saling mengasihi, saling menyayangi, dan saling menolong di antara mereka seperti perumpamaan satu tubuh. Tatkala salah satu anggota tubuh merasakan sakit, maka anggota tubuh yang lainnya akan merasakan pula dengan demam dan tidak bisa tidur" [1].
الْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا
"Seorang mukmin terhadap mukmin lainnya seperti satu bangunan, sebagiannya menguatkan yang lainnya."(HR Bukhari dan Muslim)
الْمُؤْمِنُ مِرْآةُ الْمُؤْمِنِ
"Seorang mukmin adalah cermin bagi mukmin lainnya".
الْمُؤْمِنُ أَخُو الْمُؤْمِنِ لَا يخذلهُ ولا يحقره وَلَا يُسْلِمُهُ
"Seorang mukmin adalah saudara bagi mukmin lainnya, dia tidak membiarkannya (di dalam kesusahan), tidak merendahkannya, dan tidak menyerahkannya (kepada musuh)".
قَالَ رَسُلُ اللهِ ص.م.: اَلاَ وَاِنِّى تَارِكٌ فِيْكُمْ ثَقَلَيْنِ اَحَدُهُمَا كِتَابُ اللهِ هُوَ حَبْلُ اللهِ مَنِ اتَّبَعَهُ كَانَ عَلَى الهُدَى وَمَنْ تَرَكَهُ كَانَ عَلَى الضَّلاَلَةِ (رواه مسلم)
Artinya: “Rasululloh SAW bersabda: ‘ketahuilah sesungguhnya aku telah
meninggalkan padamu dua timbangan (perbendaharaan), salah satu dari keduanya
adalah kitab Allah (al-qur’an) dan dia adalah hablullah, barangsiapa
mengikutinya maka senantiasa dia di atas petunjuk, dan orang yang meninggalkan
maka dia akan tersesat.” (HR. Muslim)
Dari Hisyam bin ‘Urwah, dari ayahnya berkata, saya
pernah mencela Hasan r.a. di depan ‘Aisyah r.a., maka dia berkata, “Jangan kamu
mencelanya, karena dia telah mendapatkan bau harum dari Rasulullah saw.” (HR
Bukhari).
“Sesungguhnya Allah ridha terhadap kalian pada tiga
hal, dan membenci kalian pada tiga hal. Yaitu, engkau menyembah-Nya dan tidak
menyekutukannya, engkau berpegang teguh pada tali Allah dan jangan kalian
berpecah-belah. Dan membenci ucapan katanya, banyak ucapan, dan menyia-nyiakan
harta.” (HR Muslim).
((لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ ِلأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ [مِنَ الْخَيْرِ])) عَنْ أَبِيْ حَمْزَةَ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ خَادِمِ رَسُوْلِ اللهِ عَنِ النَّبِيِّ قَالَ :
رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ.
Dari Abu Hamzah, Anas bin Mâlik Radhiyallahu 'anhu, dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda: “Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian hingga ia mencintai untuk saudaranya segala apa yang ia cintai untuk dirinya sendiri berupa kebaikan”. [HR al-Bukhâri dan Muslim].
Hadits di atas dikeluarkan oleh al-Bukhâri dan Muslim dalam kitab Shahîh keduanya, dari hadits Qatadah, dari Anas; sedangkan lafazh milik Muslim berbunyi:
حَتَّى يُحِبَّ ِلأَخِيْهِ ، أَوْ قَالَ : لِجَارِهِ.
"Hingga ia mencintai untuk saudaranya; atau beliau bersabda: Untuk tetangganya "
Dan Ahmad, Ibnu Hibban, dan Abu Ya’la mengeluarkan pula hadits yang semakna dengan lafazh:
لاَ يَبْلُغُ عَبْدٌ حَقِيْقَةَ اْلإِيْمَانِ حَتَّى يُحِبَّ لِلنَّاسِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ مِنَ الْخَيْرِ.
"Seorang hamba tidak dapat mencapai hakikat iman, hingga ia mencintai kebaikan untuk manusia seperti yang ia cintai untuk dirinya."
((لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ ِلأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ [مِنَ الْخَيْرِ])) عَنْ أَبِيْ حَمْزَةَ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ خَادِمِ رَسُوْلِ اللهِ عَنِ النَّبِيِّ قَالَ :
رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ.
Dari Abu Hamzah, Anas bin Mâlik Radhiyallahu 'anhu, dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda: “Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian hingga ia mencintai untuk saudaranya segala apa yang ia cintai untuk dirinya sendiri berupa kebaikan”. [HR al-Bukhâri dan Muslim].
Hadits di atas dikeluarkan oleh al-Bukhâri dan Muslim dalam kitab Shahîh keduanya, dari hadits Qatadah, dari Anas; sedangkan lafazh milik Muslim berbunyi:
حَتَّى يُحِبَّ ِلأَخِيْهِ ، أَوْ قَالَ : لِجَارِهِ.
"Hingga ia mencintai untuk saudaranya; atau beliau bersabda: Untuk tetangganya "
Dan Ahmad, Ibnu Hibban, dan Abu Ya’la mengeluarkan pula hadits yang semakna dengan lafazh:
لاَ يَبْلُغُ عَبْدٌ حَقِيْقَةَ اْلإِيْمَانِ حَتَّى يُحِبَّ لِلنَّاسِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ مِنَ الْخَيْرِ.
"Seorang hamba tidak dapat mencapai hakikat iman, hingga ia mencintai kebaikan untuk manusia seperti yang ia cintai untuk dirinya."
Ikhtitam
يَاأَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ
وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ
عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Artinya : “Hai manusia, sesungguhnya Kami
menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan
kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya
orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Mengenal.”(Al-Hujurat:13)
لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ
"Salah seorang dari kalian tidak beriman (dengan sempurna, Red) sampai ia mencintai (kebaikan) untuk saudaranya dengan apa yang dia dicintai dirinya" (HR Bukhari dan Muslim)
لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ
"Salah seorang dari kalian tidak beriman (dengan sempurna, Red) sampai ia mencintai (kebaikan) untuk saudaranya dengan apa yang dia dicintai dirinya" (HR Bukhari dan Muslim)
Sumber:1.Al-Qur’an Hadits 2.http://almanhaj.or.id 3.http://pustakaimamsyafii.com
Jakarta 10/2/2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar