إِنَّ
أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ
“Sesungguhnya
orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling
taqwa diantara kamu.” (QS. Al Hujurat: 13)
Pengantar
passopatifm.com|
Islam tidak
mewajibkan kekayaan seperti juga tidak mengharamkan kemiskinan. Untuk itu
seorang Muslim tidak perlu terjebak untuk membenci orang kaya atau justru
menyintai orang miskin. Sebab kalau soalnya adalah menyintai orang miskin, maka
Anda butuh memelihara kemiskinannya agar cinta Anda tetap terpelihara. Juga
kalau soalnya adalah membenci orang kaya, maka kasusnya adalah kecemburuan
terhadap kekayaannya. Sejauh yang saya mengerti, yang menjadi pokok soal dalam
Islam ialah bagaimana kekayaan diperoleh dan bagaimana derita kemiskinan sampai
menimpa. Yang diajarkan oleh Islam bukanlah ‘kaya’ atau ‘miskin’, melainkan
sikap terhadap kekayaan dan kemiskinan itu. Lihatlah kartu domino. Kartu-kartu
sudah tertentu. Berbagai kemungkinan permainan juga bisa dipelajari. Namun
persoalan pembagian kartu, kapasitas manusia hanya mengocoknya. Silahkan
lakukan seratus atau seribu kocokan, tapi Anda tidak bisa menentukan apa dan
bagaimana kartu Anda. Anda tidak bisa menjamin bahwa Anda akan bebas dari
balok-6. Dikutip dari: Emha Ainun Nadjib/”Nasionalisme Muhammad – Islam
Menyongsong Masa Depan”/Sipress/PadhangmBulanNetDok
Kaya atau
Miskin
Imam
Ahmad rahimahullah juga memiliki dua pendapat dalam hal ini. Pendapat pertama:
orang kaya yang pandai bersyukur lebih utama. Pendapat kedua: orang miskin yang
selalu bersabar lebih utama.
Di
antara para ulama yang menyatakan bahwa orang miskin yang sabar lebih utama
beralasan: orang miskin lebih cepat dihisab di akhirat nanti daripada orang
kaya. Sedangkan ulama yang menyatakan bahwa orang kaya yang pandai bersyukur
lebih utama beralasan: Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri selalu
meminta pada Allah agar diberi sifat ghina (kaya, merasa cukup dari apa yang
ada di hadapan manusia).
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah pernah ditanyakan mengenai keutamaan suatu hal dari yang
lainnya, di antaranya beliau ditanyakan mengenai manakah yang lebih utama
antara orang kaya yang pandai bersyukur atau orang miskin yang selalu bersabar.
Lalu beliau jawab dengan jawaban yang sangat memuaskan, “Yang paling afdhol
(utama) di antara keduanya adalah yang paling bertaqwa kepada Allah Ta’ala.
Jika orang kaya dan orang miskin tadi sama dalam taqwa, maka berarti mereka
sama derajatnya.” (Badai’ul Fawaidh, 3/683). Itu pula yang dikatakan oleh
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam kitab beliau Al Furqon hal. 67.
Ibnul
Qoyyim rahimahullah mengatakan, “Menurut para peneliti dan ahli ilmu bahwa
keutamaan di antara orang kaya dan orang miskin tidak kembali pada miskin atau
pun kayanya. Namun itu semua kembali pada amalan, keadaan, dan hakikatnya. …
Keutamaan di antara keduanya di sisi Allah dilihat dari ketakwan, hakikat iman,
bukan dilihat dari miskin atau kayanya. Karena Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ
أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ
“Sesungguhnya
orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling
taqwa diantara kamu.” (QS. Al Hujurat: 13)
Dalam
shohih Bukhari dan Muslim, terdapat riwayat dari Abu Hurairah, “Ada yang
mengatakan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah,
siapakah manusia yang paling mulia?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam
menjawab, “Yang paling bertakwa.”
Membelanjakan
Harta Untuk Kebaikan
Dalam Islam, yang diperintahkan
adalah membelanjakan harta untuk kebaikan. Bukan menjadi kaya. Misalnya dalam
rukun Islam tidak ada perintah jadi orang kaya. Yang ada adalah membayar zakat
dan pergi berhaji JIKA mampu.
Saat ini saya melihat
sebagian orang menganggap bahwa Islam mengharuskan ummat Islam harus kaya
dengan alasan Nabi dulu
kaya dan banyak perintah Islam seperti Zakat, Haji, Sedekah mensyaratkan adanya
kekayaan.
Meski sekilas kelihatan
benar, namun kiranya hal itu kurang tepat. Apalagi jika akhirnya untuk menjadi
kaya semua cara dihalalkan dan membelanjakannya pun dengan bermewah-mewah serta
memandang hina orang miskin.
”Dan dirikanlah shalat,
tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku’” [Al Baqarah:43]
”Dan (ingatlah), ketika
Kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu): Janganlah kamu menyembah selain
Allah, dan berbuat kebaikanlah kepada ibu bapa, kaum kerabat, anak-anak yatim,
dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia,
dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Kemudian kamu tidak memenuhi janji
itu, kecuali sebahagian kecil daripada kamu, dan kamu selalu berpaling.” [Al
Baqarah:83]
”Dan dirikanlah shalat dan
tunaikanlah zakat. Dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu
kamu akan mendapat pahala nya pada sisi Allah. Sesungguhnya Alah Maha Melihat
apa-apa yang kamu kerjakan.” [Al Baqarah:110]
Ayat-ayat Al Qur’an di
atas cukup jelas bahwa Islam memerintahkan ummatnya untuk membayar zakat dan
bersedekah kepada kerabat dan fakir miskin. Bukan menjadi kaya karena berapa
banyak orang yang kaya tapi tidak bayar zakat dan bersedekah.
Saat ini bermunculan
motivator Islam. Ini bagus. Tapi jangan
sampai kita mengikuti motivator Barat sehingga akhirnya tenggelam pada
materialisme/duniawi. Meski Islam melarang kita melupakan dunia, namun Islam
mengajarkan kita mengutamakan akhirat.
Berlomba Memberi
Dari berbagai ayat Al
Qur’an dan Hadits yang saya baca, saya mengambil kesimpulan bahwa Islam itu
menganjurkan ummatnya untuk memberi. Bukan untuk menjadi kaya. Contohnya kita
disuruh membayar zakat dan juga bersedekah.
Mungkin ada yang bertanya,
”Apa bedanya ”Memberi” dengan ”Menjadi Kaya”? Bukankah untuk memberi kita harus
kaya?”
Meski sekilas ”Memberi”
sama dengan ”Menjadi Kaya”, tapi tidak serupa. Betapa banyak orang yang kaya
tapi tidak mau bayar zakat atau bersedekah? Sebaliknya berapa banyak orang
miskin atau yang hidupnya biasa saja tapi justru rajin berzakat dan sedekah?
Banyak orang yang kaya tapi tidak berhaji. Sebaliknya banyak orang yang pas-pasan
seperti TKI dan TKW malah bisa naik haji.
Mungkin ada yang bertanya,
”Apa iya orang miskin atau pas-pasan bisa sedekah/bayar zakat?” Jawabnya bisa:
Dari Abu Hurairah ra bahwa
Rasulullah SAW pernah ditanya: Wahai Rasulullah, sedekah apakah yang paling
mulia? Beliau menjawab: “Sedekah orang yang tak punya, dan mulailah memberi
sedekah atas orang yang banyak tanggungannya. Dikeluarkan oleh Ahmad dan Abu
Dawud. Hadits shahih menurut Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, dan Hakim.
Akhirat Lebih Utama
Daripada Dunia
”Dan carilah pada apa yang
telah dianugerahkan Allah kepadamu kebahagiaan negeri akhirat, dan janganlah
kamu melupakan bahagianmu dari kenikmatan duniawi” [Al Qashash:77]
”Barangsiapa menghendaki kehidupan dunia, maka Kami segerakan baginya di
dunia dan Kami tentukan baginya neraka jahannam; ia akan memasukinya dalam
keadaan tercela dan terusir” [Al Israa’:18]
Allah mengingatkan kita bahwa akhirat lebih baik dan kekal dari dunia
karena manusia memang cenderung pada dunia hingga banyak yang lupa akan
akhirat:
”Sungguh hari kemudian itu lebih baik bagimu daripada dunia” [Adh Dhuhaa:4]
”Akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal” [Al A’laa:17]
Di Indonesia banyak orang miskin. Menurut media VHR, 50.000 rakyat Indonesia bunuh diri karena kemiskinan dalam 3 tahun terakhir. Bahkan di media Surya
Online diberitakan ada anak SD usia 11 tahun yang bunuh diri karena tidak kuat
menahan lapar dan sakit maag yang diderita karena dia hanya sanggup makan
sekali sehari. Tidak sepantasnya ummat Islam hidup bermewah-mewah sementara
mayoritas rakyat hidup miskin karena ini tanda dari kurangnya iman:
”Tidak beriman kepadaku orang yang tidur dengan kenyang sementara
tetangganya lapar padahal dia mengetahui hal itu.” (HR. Al Bazzaar)
201. Dan di antara mereka ada orang yang bendoa: "Ya
Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan
peliharalah kami dari siksa neraka" AL-BAQARAH. Amin Ya Rabbal Alamin
JAKARTA 1/4/2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar