Selasa, 06 September 2016

MACAMNYA THAWAF



BERTHAWAF


وَلْيَطَّوَّفُوا بِالْبَيْتِ الْعَتِيقِ
Dan hendaklah mereka melakukan melakukan thawaf sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah).” (QS. Al Hajj: 29)
Muqaddimah
Menurut Ibnu Abbas RA, manusia pertama yang melakukan haji dan thawaf adalah Nabi Adam AS. Kala itu Nabi Adam melakukan haji dengan berthawaf mengelilingi Ka'bah tujuh kali putaran. Pada saat Nabi Adam tengah berthawaf ia didatangi oleh para malaikat dan berkata: ''Semoga hajimu mabrur wahai Adam. Sesungguhnya kami telah melaksanakan ibadah haji di Baitullah ini sejak 2000 tahun sebelum kamu.''

Adam bertanya: ''Pada zaman dahulu, doa apakah yang kalian baca pada saat thawaf?''

Malaikat menjawab: ''Dahulu kami mengucapkan ; Subhanallah wal hamdu lillah wa la ilaha illa Allah wallahu akbar.''

Adam berkata, tambahkanlah dengan ucapan: ''Wa la haula wa la quwwata illa billah.'' Maka selanjutnya para malaikat pun menambahkan ucapan itu.

Dalam sejarah disebutkan bahwa setelah Nabi Ibrahim AS menerima perintah membangun kembali Ka'bah, ia kemudian melaksanakan ibadah haji. Pada saat tawaf itulah Nabi Ibrahim juga didatangi oleh para malaikat seraya mengucapkan salam kepadanya. Lalu Ibrahim pun bertanya kepada mereka: ''Dahulu, apakah yang kalian baca saat tawaf?''

Mereka menjawab: ''Dahulu sebelum bapakmu Adam kami membaca: 'Subhanallah wal hamdu lillah wa la ilaha illa Allah wallahu akbar.' Lalu Adam menyuruh kami menambahkan: 'Wa la haula wa la quwwata illa billah'.''Selanjutnya Ibrahim berkata: ''Tambahkanlah bacaan kalian dengan Al 'aliyyi al 'adzim.''

Kemudian para malaikat pun melaksanakannya. Dan hingga sekarang doa itulah yang dibaca oleh kaum muslimin saat melakukan thawaf. Doa itu: ''Subhanallah wal hamdu lillah wa la ilaha illa Allah wallahu akbar. Wa la haula wa la quwwata illa billah Al aliyyi al adzim.''
Berthawaf ?
Pada musim haji seperti sekarang ini di sekeliling Ka'bah selalu dipadati para jamaah. Jamaah yang thawaf tak pernah sepi. Bahkan hampir selama 24 jam di sekeliling bangunan Ka'bah yang diselungkupi kain berwarna hitam bertuliskan Arab itu, ribuan kaum muslimin dari seluruh penjuru dunia tak putus-putusnya melakukan tawaf (keliling Ka'bah tujuh kali).

Ibnu Umar RA menceritakan: ''Dahulu, apabila Rasulullah SAW melakukan tawaf yang pertama adalah tawaf Qudum atau tawaf Selamat Datang. Berikutnya beliau melakukan Sai (berlari kecil antara bukit Shafa dan Marwah).''

Karena itu, bagi jamaah yang baru tiba di Mekah dianjurkan untuk segera menunaikan tawaf Qudum (keliling Ka'bah tujuh kali putaran) atau tawaf penghormatan kepada Baitullah -- kecuali mereka yang sedang berumrah. Yang terakhir ini melaksanakan tawaf untuk umrah.

Selain tawaf Qudum dan tawaf untuk umrah, ada lagi yang namanya tawaf ifadah (tawaf untuk haji), tawaf wada' (tawaf perpisahan), dan tawaf sunat.
Tawaf sunat adalah tawaf yang dapat dikerjakan pada setiap kesempatan dan tidak harus diikuti dengan sai. Bahkan tawaf sunat ini juga menggantikan shalat tahiyatul masjid di Masjidil Haram.

Syarat-syarat dan tata cara tawaf antara lain: berniat, memulai dari garis coklat tanda batas putaran thawaf yang letaknya searah Hajar Aswad. Menghadap ke Ka'bah dan ber-istilam (mengangkat tangan kanan ke arah Hajar Aswad dan memberi isyarat mengecupnya sambil mengucapkan: Bismillahi Wallahu Akbar. Kemudian memulai putaran pertama sambil membaca doa, sampai di Rukun Yamani. Teruskan dengan putaran berikutnya sampai selesai tujuh putaran yang akan berakhir di Hajar Aswad.
Thawaf Ifadah ?
وَلْيَطَّوَّفُوا بِالْبَيْتِ الْعَتِيقِ
Dan hendaklah mereka melakukan melakukan thawaf sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah).” (QS. Al Hajj: 29). Berdasarkan ijma’ (kata sepakat ulama), yang dimaksud dalam ayat ini adalah thawaf ifadhah.
Dalil dari hadits,
عَنْ عَائِشَةَ – رضى الله عنها – أَنَّ صَفِيَّةَ بِنْتَ حُيَىٍّ زَوْجَ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – حَاضَتْ ، فَذَكَرْتُ ذَلِكَ لِرَسُولِ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – فَقَالَ « أَحَابِسَتُنَا هِىَ » . قَالُوا إِنَّهَا قَدْ أَفَاضَتْ . قَالَ « فَلاَ إِذًا »
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, bahwasanya Shofiyyah binti Huyai -istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam– pernah mengalami haidh. Maka aku menyebutkan hal itu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau berkata, “Apakah berarti ia akan menahan kita?” Mereka berkata, “Dia sudah melakukan thawaf ifadhah.” Beliau bersabda, “Kalau begitu dia tidak menahan kita“. (HR. Bukhari no. 1757 dan Muslim no. 1211).
Dalil-dalil di atas yang menunjukkan bahwa thawaf ifadhah adalah rukun haji.
Syarat Thawaf Ifadhah
1- Disyaratkan thawaf ifadhah harus didahului dengan ihram terlebih dahulu.
2- Thawaf tersebut didahului dengan wukuf di Arafah. Jika seseorang melakukan thawaf ifadhah sebelum wukuf, maka thawaf tersebut harus diulang berdasarkan ijma’ atau kata sepakat ulama.
3- Berniat untuk thawaf, namun tidak mesti mengkhususkan niat untuk thawaf ifadhah menurut jumhur karena ia sudah berniat masuk dalam haji.
4- Thawaf ifadhah dilakukan dari tengah malam hari raya Idul Adha (malam 10 Dzulhijjah) bagi yang wukuf di ‘Arafah sebelumnya. Demikian pendapat dalam madzhab Syafi’i dan Hambali.
Akhir Waktu Thawaf Ifadhah
Adapun waktu akhir thawaf ifadhah tidak dibatasi. Namun melakukan thawaf ifadhah di hari Nahr (tanggal 10 Dzulhijjah) lebih afdhol karena mengingat perkataan Ibnu ‘Umar,
أفاض رسول الله صلى الله يوم النحر
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan thawaf ifadhah pada hari Nahr.” (Muttafaqun ‘alaih).
Sedangkan menurut Imam Abu Hanifah rahimahullah, jika thawaf ifadhah diakhirkan dari hari tasyriq (artinya: dikerjakan setelah hari tasyriq), maka thawaf tersebut tetap dilaksanakan dengan ditambah adanya kewajiban damm. Namun murid-murid Abu Hanifah menyelisihi pendapat beliau.
Jika seseorang melakukan thawaf ifadhah setelah hari Idul Adha dan hari tasyrik atau bahkan setelah Dzulhijjah, maka selama itu ia masih dalam keadaan muhrim (berihram), tidak boleh ia menyetubuhi istrinya.
Thawaf ifadhah adalah rukun dan tidak bisa tergantikan, jadi tidak bisa tidak, mesti dijalani.
Cara Melakukan Thawaf Ifadhah
Sebagaimana thawaf lainnya, thawaf ifadhah dilakukan dengan tujuh kali putaran. Setiap putaran tersebut merupakan rukun menurut jumhur (mayoritas ulama).
Wajib bagi yang mampu untuk berjalan melakukan thawaf, demikian pendapat jumhur, berbeda halnya dengan ulama Syafi’iyah yang menganggap sunnah.
Disunnahkan ketika melaksanakan thawaf ifadhah untuk melakukan roml (jalan cepat dengan memperpendek langkah) dan idh-thibaa’ yaitu membuka bagian pundak kanan, ini berlaku bagi yang melakukan sa’i setelah itu. Jika tidak, maka tidaklah disunnahkan.
Setelah melakukan thawaf diwajibkan melakukan shalat dua raka’at menurut jumhur, sedangkan menurut Syafi’iyah dianggap sunnah.

Sumber:
1. https://rumaysho.com
2.http://www.republika.co.id
Jakarta 30/2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Majelis Ulama Indonesia

Dunia Islam

Informasi Kesehatan dan Tips Kesehatan

Total Tayangan Halaman