Selasa, 12 April 2016

SOAL DAN JAWAB(1)




MEMAHAMI SHALAT PADA WAKTUNYA

قَالَ رسول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :
أَيُّ الْعَمَلِ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ..؟، قَالَ الصَّلَاةُ عَلَى وَقْتِهَا قَالَ ثُمَّ أَيٌّ قَالَ بِرُّ الْوَالِدَيْنِ قَالَ ثُمَّ أَيٌّ قَالَ الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّه (صحيح البخاري)
Nabi saw ditanya : “Amal apa yang paling dicintai Allah?, sabda Rasulullah saw : Shalat pada waktunya. Lalu apa?, sabda beliau saw : Bakti pada ayah bunda. Lalu apa?, sabda beliau saw Jihad di Jalan Allah” (Shahih Bukhari)
Kita jelaskan yang pertama dahulu, didalam shalat tepat pada waktunya itu kita harus punya pemahaman, bukan berarti mutlak setiap habis adzan harus segera shalat qabliyah, dilanjutkan shalat dan shalat, bukan mutlak begitu.
 Karena ada riwayat lainnya Shahih Bukhari menjelaskan bahwa “antum fi shalah maa iltum tantadhiruunaha” (kalian tetap dalam pahala shalat selama kalian menantikan untuk mendirikan shalat) dan Rasul Saw dalam beberapa riwayat (bukan dalam satu riwayat) Shahih Bukhari “mengakhirkan waktu shalat, menunda waktu shalat”. Jamaah sudah menunggu, Rasul saw ada urusan kesana, urusan kesini, Sahabat menunggu. Itu terjadi beberapa kali, ketika Rasul saw datang, Sahabat masih menunggu dalam shaf bahkan dalam salah satu riwayat adalah saat shalat Isya’, Bilal sudah adzan, Sahabat sudah rapi shafnya, Rasul Saw baru keluar ditengah malam. Sahabat ada yang tertidur sambil duduk, ada yang tetap berdzikir lantas Rasul saw berkata “kalian tetap dalam pahala shalat selama menunggu shalat”.
 Jadi kalau sudah waktunya adzan, sunnah yang paling bagus sunnah qabliyah, lalu amalan yang sangat dicintai Allah sebagaimana hadits ini adalah langsung shalat, jangan kemana mana dulu, ada sms taruh dulu, ada telefon taruh dulu, aku mau berjumpa dengan Rabbul Alamin, ini penting! Tidak ada yang lebih penting dari Allah, toh hanya beberapa menit.
Demikian hadirin – hadirat. Tapi jika kesibukkan itu berupa kesibukkan yang ukhrawi boleh ditunda. Misal zaman sekarang orang kalau taklim habis shalat maghrib, majelis taklimnya terus baru selesai jam 8. Apa ini mereka koq tidak mau shalat Isya’ tepat waktu? Ketahuilah Rasul saw juga mengajari kalau ditundanya itu karena hal – hal yang bersifat ukhrawi (ibadah), maka penundaannya itu mendapat pahala.
Sebagaimana Rasul saw tadi bersabda “kalian tetap dalam pahala shalat selama duduk menanti shalat”. Duduk saja menunggu shalat itu sampai waktu shalat dihitung pahala shalat, jadi kalau majelis taklim misalnya, majelis taklim kita tentunya setelah shalat Isya’tapi banyak majelis – majelis taklim sekarang ini diprotes oleh sebagian kelompok orang. “ini sudah waktunya shalat, masih saja ini ustadznya terus ngajar”, bukan begitu tapi ada hukumnya.
sebagaimana riwayat Shahih Bukhari yang menjelaskan bahwa Rasul saw menunda waktu shalat dan Al Imam Ibn Hajar didalam Fathul Bari bisyarah Shahih Bukhari menjelaskan bahwa kalau penundaan itu untuk hal – hal yang bersifat duniawi maka ia kehilangan pahala shalat pada waktunya tapi kalau hal – hal yang bersifat ukhrawi dan ibadah maka penundaannya itu mendapat pahala jika sudah duduk di shaf. Ini penjelasan yang utama.
Kesimpulan:
1.Shalat pada awal waktunya adalah amalan yang paling dicintai oleh Allah swt.
2.Makmum yang sedang menunggu shalat berjama’ah dapat pahala dalam shalatnya sampai shalatnya didirikan bersama imam.
3.Menunda waktu shalat(waktu utama) karena dunia tidak mendapat pahala menunggunya,sedangkan jika menunda karena ukhrawi seperti taklim di masjid/mushalla maka boleh dan dapat pahala menunggunya.
Sumber:http://www.majelisrasulullah.org


Puasa Rajab ?

Hadis-hadis Nabi yang menganjurkan atau memerintahkan berpuasa dalam bulan- bulan haram (Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab) itu cukup menjadi hujjah atau landasan mengenai keutamaan puasa di bulan Rajab.

Diriwayatkan dari Mujibah al-Bahiliyah, Rasulullah bersabda "Puasalah pada bulan-bulan haram." (Riwayat Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Ahmad). Hadis lainnya adalah riwayat al-Nasa'i dan Abu Dawud (dan disahihkan oleh Ibnu Huzaimah): "Usamah berkata pada Nabi Muhammad Saw, “Wahai Rasulallah, saya tak melihat Rasul melakukan puasa (sunnah) sebanyak yang Rasul lakukan dalam bulan Sya'ban. Rasul menjawab: 'Bulan Sya'ban adalah bulan antara Rajab dan Ramadan yang dilupakan oleh kebanyakan orang.'"

Menurut as-Syaukani dalam Nailul Authar, dalam bahasan puasa sunnah, ungkapan Nabi, "Bulan Sya'ban adalah bulan antara Rajab dan Ramadan yang dilupakan kebanyakan orang" itu secara implisit menunjukkan bahwa bulan Rajab juga disunnahkan melakukan puasa di dalamnya.

Keutamaan berpuasa pada bulan haram juga diriwayatkan dalam hadis sahih imam Muslim. Bahkan  berpuasa di dalam bulan-bulan mulia ini disebut Rasulullah sebagai puasa yang paling utama setelah puasa Ramadan. Nabi bersabda : “Seutama-utama puasa setelah Ramadan adalah puasa di bulan-bulan al-muharram (Dzulqa'dah, Dzulhijjah, Muharram, dan  Rajab).

Al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumid-Din menyatakan bahwa kesunnahan berpuasa menjadi lebih kuat jika dilaksanakan pada hari-hari utama (al-ayyam al-fadhilah). Hari- hari utama ini dapat ditemukan pada tiap tahun, tiap bulan dan tiap minggu. Terkait siklus bulanan ini Al-Ghazali menyatakan bahwa Rajab terkategori al-asyhur al-fadhilah di samping dzulhijjah, muharram dan sya’ban. Rajab juga terkategori al-asyhur al-hurum  di samping dzulqa’dah, dzul hijjah, dan muharram.

Disebutkan dalam  Kifayah al-Akhyar, bahwa bulan yang paling utama untuk berpuasa setelah Ramadan adalah bulan- bulan haram yaitu dzulqa’dah, dzul hijjah, rajab dan  muharram. Di antara keempat bulan itu yang paling utama untuk puasa adalah bulan al-muharram, kemudian Sya’ban. Namun menurut Syaikh Al-Rayani, bulan puasa yang utama setelah al-Muharram adalah Rajab.

Terkait hukum puasa dan ibadah pada Rajab, Imam Al-Nawawi menyatakan, telah jelas dan shahih riwayat bahwa Rasul SAW menyukai puasa dan memperbanyak ibadah di bulan haram, dan Rajab adalah salah satu dari bulan haram, maka selama tak ada pelarangan khusus puasa dan ibadah di bulan Rajab, maka tak ada satu kekuatan untuk melarang puasa Rajab dan ibadah lainnya di bulan Rajab” (Syarh Nawawi ‘ala Shahih Muslim).
Sumber:http://www.nu.or.id



NIAT PUASA 1 BULAN RAMADHAN ?

Niat dalam Islam memiliki kedudukan tinggi. Nabi saw menyatakan, “Setiap amal bergantung dengan niatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Karena itu, ulama 4 mazhab menjadikan niat sebagai rukun dalam ibadah yang telah ditetapkan ketentuannya. Terkait dengan puasa, bahkan Nabi saw mengingatkan kita,
“Siapa yang tidak berniat puasa sebelum datang waktu fajar (imsak) maka puasanya tidak sah.” (HR. Bukhari)
Sebagian besar ulama fikih berpendapat niat harus dilakukan setiap hari dari waktu malam hingga fajar. Ada satu mazhab, yakni  mazhab Maliki yang menyatakan bahwa diperkenankan niat sekali saja  untuk puasa yang bersambung hari-harinya, seperti puasa di bulan suci Ramadhan.
Karena itu, lebih utama berniat puasa setiap hari di waktu malam hingga fajar. Tapi jika ia khawatir lupa atau terlewatkan, maka ia diperkenankan berniat akan berpuasa di bulan Ramadhan sebulan penuh. Ketetapan ini juga telah dilegitimasikan oleh Lembaga Fatwa Mesir.
Kesimpulan:
1.Sebaiknya niat puasa wajib dilakukan setiap malam.
2.Imam Malik membolehkan niat sekaligus untuk sebulan.
Sumber:https://www.islampos.com
jakarta 12/4/2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Majelis Ulama Indonesia

Dunia Islam

Informasi Kesehatan dan Tips Kesehatan

Total Tayangan Halaman